Lanjutnya, permintaan resmi terakhir dari Pemerintah Indonesia dilakukan pada 2022. Sejak saat itu, terjadi perkembangan signifikan, terutama karena adanya pengakuan dari pihak Belanda terhadap ketidakadilan masa kolonial. Pemerintah Belanda kemudian membentuk tim ahli independen untuk mengkaji status kepemilikan fosil tersebut.
Hasil kajian tim yang dirilis pada 6 September 2025 menyimpulkan bahwa Pemerintah Belanda tidak memiliki hak hukum atas fosil tersebut. Keputusan ini kemudian diadopsi oleh Pemerintah Belanda dan diumumkan secara resmi oleh Menteri Kebudayaan Belanda pada 26 September 2025.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Riset Arkeometri BRIN sekaligus Anggota Tim Repatriasi Indonesia dan salah satu peneliti senior bidang paleoantropologi, Sofwan Noerwidi menuturkan pentingnya pemanfaatan koleksi ini secara aktif sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Ia juga merinci kronologi penemuan yang menjadi tonggak sejarah paleoantropologi: mulai dari gigi geraham yang ditemukan pada September 1891, disusul dengan tengkorak pada Oktober 1891, dan tulang paha (femur) ditemukan setahun kemudian.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya langkah pasca-repatriasi. “Koleksi luar biasa ini tidak boleh dibiarkan menjadi benda yang diam. Ia harus hidup dalam riset, studi, dan pendidikan generasi muda,” tuturnya.
Ia mengajak seluruh pihak untuk menjadikan koleksi tersebut sebagai bahan studi lintas disiplin.