SIDOARJO – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Satgas Gabungan yang terdiri dari Basarnas, BPBD, TNI, Polri, Dinas Kesehatan, PMI, Dinas Sosial, Pemadam Kebakaran, Dinas PU-SDA, serta relawan terus melanjutkan penanganan darurat pasca-insiden ambruknya Musala Al-Khoziny, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Hingga hari keenam atau Sabtu (4/10), operasi masih difokuskan pada pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR), identifikasi jenazah, serta pendampingan keluarga korban.
Berdasarkan data terbaru per Sabtu (4/10) pukul 12.00 WIB, tercatat sebanyak 167 orang menjadi korban dalam insiden tersebut. Dari jumlah itu, 118 orang berhasil ditemukan, dengan rincian 104 orang dalam kondisi selamat dan 14 orang meninggal dunia.
Dari korban selamat, satu orang dapat kembali ke rumah tanpa perawatan, 11 orang masih menjalani perawatan, sementara 92 orang lainnya telah pulang dari perawatan. Sementara itu, sebanyak 49 orang masih dalam proses pencarian. Hingga pagi tadi, tim gabungan juga berhasil mengevakuasi sembilan jenazah dari reruntuhan bangunan.
Evakuasi Korban
Dalam rapat koordinasi antar-stakeholder yang dipimpin Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto pada Sabtu (4/10/2025), penanganan darurat tetap difokuskan pada pencarian dan evakuasi jenazah korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan. Upaya pencarian dilakukan melalui kombinasi metode manual dan dukungan peralatan berat.
Sejak Jumat (3/10) malam hingga Sabtu (4/10), tim gabungan mengoptimalkan pembersihan beton dan puing reruntuhan bangunan empat lantai itu. Hal ini dilakukan untuk membuka akses yang lebih luas dan aman ke area yang diduga terdapat jasad korban.
Tantangan besar yang dihadapi adalah tebalnya tumpukan material beton yang memperlambat akses menuju titik dugaan korban. Sebagai solusi, alat berat diterjunkan dengan pengendalian ketat oleh lebih dari 400 personel yang bekerja selama 24 jam dengan pola tiga shift secara bergantian.
“Kita tidak pernah kekurangan personel. Kita datangkan ratusan personel dengan tiga pembagian waktu pekerjaan. Mereka terus bekerja secara profesional,” ungkap Suharyanto.
DVI atau Identifikasi Jenazah Korban
Suharyanto menegaskan setiap jenazah yang berhasil dievakuasi langsung dibawa ke posko DVI (Disaster Victim Identification). Proses identifikasi menghadapi kendala akibat kondisi korban, namun tim medis bersama kepolisian melakukan metode forensik untuk memastikan keakuratan data.
“Proses DVI ini memegang peranan penting dalam penanganan darurat insiden Musala Al-Khoziny. Banyak korban ditemukan dalam kondisi sulit dikenali akibat tertimpa material dan luka berat, sehingga diperlukan metode identifikasi ilmiah untuk memastikan keakuratan data,” paparnya.
Melalui DVI, identitas korban dapat dipastikan secara sah, sekaligus menjaga martabat korban dan memberikan kepastian bagi keluarga. Proses ini juga penting untuk menghindari kesalahan administrasi maupun hukum, termasuk dalam penyerahan jenazah, pencatatan resmi, serta pemberian hak-hak keluarga seperti santunan atau bantuan pemerintah.
DVI merupakan standar internasional dalam penanganan bencana yang menggabungkan data antemortem, seperti catatan medis, sidik jari, ciri fisik, atau DNA dari keluarga, dengan data postmortem yang diperoleh dari jenazah.
“Melalui cara ini, setiap korban dapat diidentifikasi dengan benar sehingga keluarga dapat menerima kepastian, melakukan prosesi pemakaman sesuai keyakinan, dan negara dapat memenuhi kewajiban kemanusiaannya,” ujar Suharyanto.
Kendala dan Solusi DVI
Suharyanto menjelaskan proses DVI di Musala Al-Khoziny menghadapi kendala karena sebagian besar korban masih berusia anak-anak dan remaja, sehingga belum memiliki KTP atau dokumen identitas resmi. Tim identifikasi banyak berpatokan pada data sekunder seperti ijazah, catatan sidik jari dari dokumen pendidikan, hingga pakaian terakhir yang dikenakan korban.
“Untuk mengatasi keterbatasan ini, solusi lain yang dilakukan adalah pengumpulan data antemortem dari keluarga, seperti ciri fisik khusus, tanda lahir, kondisi gigi, atau rekam kesehatan yang pernah dimiliki,” jelasnya.
Tim juga menggunakan metode pencocokan forensik, termasuk pemeriksaan DNA apabila diperlukan, untuk memastikan akurasi identitas. Dengan pendekatan ini, proses identifikasi tetap dapat berjalan cepat meski menghadapi keterbatasan dokumen kependudukan korban.
Posko Pelaporan dan Pengaduan Keluarga Korban
Kepala BNPB juga meminta kepada stakeholder terkait untuk membuka posko terpadu sebagai pusat informasi resmi bagi keluarga korban. Posko ini memfasilitasi keluarga untuk melaporkan anggota yang masih hilang sekaligus memperoleh perkembangan terbaru terkait operasi penyelamatan.
“Saya minta Pak Dandim, Pak Kapolres, dan unsur pemerintah daerah semua melayani apa yang menjadi pertanyaan masyarakat. Tentunya kita sebagai negara hukum harus memahami apa saja informasi yang dapat disampaikan maupun yang dikecualikan. Tolong ini dijelaskan secara baik,” tegas Suharyanto.
Sejalan dengan itu, tim konselor dari Polri, Dinas Sosial, dan relawan memberikan dukungan psikososial bagi keluarga korban, khususnya mereka yang menunggu proses evakuasi dan identifikasi, agar tetap kuat menghadapi situasi penuh duka.
BNPB bersama BPBD Provinsi Jawa Timur juga akan segera menambah tenda khusus bagi keluarga korban yang dilengkapi fasilitas dasar seperti tempat istirahat, layanan medis, dan konsumsi di Rumah Sakit Bhayangkara.
Harapannya, proses identifikasi dengan metode DVI serta kebutuhan lain yang berhubungan dengan jenazah korban dapat lebih cepat dilaksanakan bersama anggota keluarga.
“Nanti di sana (RS Bhayangkara, red) keluarga korban lebih nyaman. Kita siapkan logistik dan peralatannya. Yang penting, kita di sini bisa bekerja sebaik-baiknya. Untuk keluarga yang kehilangan korban, kita siapkan kebutuhannya secara maksimal,” jelas Kepala BNPB.
Logistik dan Peralatan
Ketersediaan logistik dan peralatan terus dipenuhi. Dukungan berupa makanan siap saji, air bersih, perlengkapan SAR, hingga kebutuhan kesehatan disalurkan sesuai kebutuhan lapangan, baik bagi keluarga korban maupun seluruh personel yang bertugas. Sejumlah relawan pun turut membuka pos permakanan secara bergantian.
“Jangan sampai kebutuhan ini terabaikan. Ini menjadi satu bagian dari operasi secara keseluruhan dalam penanggulangan bencana,” kata Suharyanto.
Kepala BNPB juga mengapresiasi seluruh tim yang terlibat dalam upaya percepatan penanganan darurat insiden Musala Al-Khoziny. Menurutnya, seluruh aspek prioritas dalam penanganan ini menunjukkan hasil positif, mulai dari operasi SAR hingga pemenuhan hak bagi keluarga korban.
“Penanganan darurat ini bukan hanya tentang pencarian korban, tetapi juga memastikan keluarga mendapatkan pendampingan dan hak mereka terpenuhi. Semua unsur bekerja bersama-sama tanpa mengenal lelah,” pungkasnya.
(Awaludin)