Chairul menerangkan, penetapan tersangka bagian dari penyidikan dan salah satu rangkaian tindakan penyidik dalam proses penyidikan. Sesuai definisi, penyidik harus mencari dan mengumpulkan bukti lebih dahulu daripada menetapkan seseorang tersangka dahulu.
"Jadi definisinya saja sudah mengisyaratkan bahwa mencari dan mengumpulkan bukti itu harus lebih dulu daripada menetapkan tersangka. Jadi dalam hemat saya, mestinya ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka pada penyidik sudah diperoleh alat bukti yang cukup," jelasnya.
Dia menambahkan, dalam hal istilah bukti yang cukup hingga bukti permulaan tak ada definisinya dalam KUHAP, tapi ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi tentang hal itu yang artinya adanya dua alat bukti yang sah sekurang-kurangnya. Maka itu, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka paling tidak harus didasarkan pada dua alat bukti yang sah.
"Alat bukti ini harus ditemukan di dalam masa penyidikan. Kadang-kadang bukti-bukti yang ditemukan di dalam penyelidikan yang sifatnya tidak pro-justisia itu digunakan untuk menetapkan tersangka, itu tidak cukup, tidak cukup dasar itu, harus bukti," paparnya.
"Alat bukti yang sah yang ditemukan di dalam penyidikan, yang dengan itu cukup dasar untuk menyatakan orang sebagai tersangka melakukan suatu tindak-tindakan. Jadi kalau ditetapkan tersangka lebih dulu baru dicari buktinya ini namanya bukan dicari buktinya, tapi dibuat-buat buktinya," kata Chairul lagi.
(Fetra Hariandja)