Ia juga menekankan pentingnya implementasi Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi, yang menurutnya harus dijalankan secara nyata oleh seluruh universitas di Indonesia.
“Jangan biarkan korban takut bicara. Kampus juga perlu menyediakan layanan konseling dan pendampingan psikologis secara berkelanjutan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hetifah mengingatkan pentingnya membangun budaya empati dan solidaritas di kalangan mahasiswa, termasuk dalam organisasi kemahasiswaan dan komunitas kampus. Ia menilai tindakan mengejek, merendahkan, atau menyudutkan sesama mahasiswa—baik secara langsung maupun melalui media sosial—merupakan bentuk kekerasan psikologis yang harus dicegah sejak dini.
“Kami tidak ingin tragedi ini berlalu tanpa makna. Ini saatnya seluruh perguruan tinggi melakukan introspeksi dan reformasi budaya kampus. Pendidikan sejati hanya bisa tumbuh dalam lingkungan yang aman, inklusif, dan manusiawi,” pungkasnya.
(Awaludin)