Ia juga menyoroti perubahan signifikan dalam bunga pinjaman dan pihak pendanaan. Menurut Ubedillah, Jepang sebelumnya telah melakukan studi kelayakan dengan bunga pinjaman sangat rendah, yakni 0,1%, sementara pinjaman dari China justru meningkat dari 2% menjadi 3,4%.
“Yang kedua, ada perubahan di awal. Jepang bahkan mengeluarkan dana untuk studi kelayakan dengan bunga 0,1 persen. Dengan China 2 persen, lalu naik menjadi 3,4 persen,” katanya.
Ubedillah menilai, pergeseran kerja sama dari Jepang ke China serta perubahan kebijakan pemerintah menimbulkan tanda tanya besar.
“Perubahan peraturan presiden dan pergeseran dari Jepang ke China tentu menimbulkan pertanyaan penting, transaksi apa sebenarnya yang membuat pergeseran itu terjadi, hingga akhirnya pemerintah terlibat,” ujarnya.
Menurutnya, tanda tanya tersebut memperkuat dugaan bahwa terdapat transaksi besar antara China Development Bank dan pemerintah Indonesia dalam proyek KCJB.
(Awaludin)