Karena anggota Satgas menolak dan tetap berada di lokasi sesuai surat perintah tugas, jumlah massa semakin bertambah dan situasi memanas hingga berujung pada aksi pembongkaran dan pengrusakan.
Fasilitas yang dirusak antara lain lima baliho, satu portal, tiga plang akrilik timbul, 3.000 bibit tanaman, satu tenda pleton TNI AD, satu tenda biru, serta sejumlah dokumen dan perlengkapan pos.
Aksi tersebut tidak hanya terjadi di Poskotis Kenayang, tetapi juga berlanjut ke Pos 2 Kenayang yang berada tidak jauh dari lokasi pertama.
Massa kembali melakukan pengrusakan terhadap portal, plang, dan gapura selamat datang, kemudian mengangkut beberapa barang menggunakan truk. Total kerugian sementara ditaksir mencapai sekitar Rp190 juta.
Asep menegaskan, bahwa tindakan pengrusakan terhadap fasilitas Balai TNTN, khususnya yang berada di kawasan konservasi, merupakan pelanggaran hukum yang harus diproses secara tegas.
“Semua tindakan main hakim sendiri tidak dapat dibenarkan. Penegakan hukum dilakukan profesional, objektif, dan transparan. Setiap orang yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.
Dalam kasus ini, penyidik menerapkan Pasal 170 KUHP junto Pasal 406 KUHP terkait kekerasan bersama-sama di muka umum dan pengrusakan. Penyidik juga mendalami motif, pola massa, serta seluruh rekaman dan bukti yang beredar di media sosial.
“Perkembangan penanganan perkara akan disampaikan lebih lanjut oleh penyidik Ditreskrimum Polda Riau,” pungkasnya.
(Awaludin)