JAKARTA – Ribuan warga di kedua sisi perbatasan Thailand dan Kamboja berbondong-bondong mengungsi pada Senin (8/12/2025), menyusul bentrokan baru yang meletus dan serangan udara yang dilancarkan. Bentrokan terbaru ini dilaporkan menewaskan setidaknya lima orang.
Kedua belah pihak saling menuduh pihak lain sebagai pemicu kekerasan, yang merupakan konfrontasi paling serius antara kedua negara sejak mereka menyepakati gencatan senjata pada Juli.
Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul mengatakan negaranya “tidak pernah menginginkan kekerasan” tetapi akan “menggunakan cara yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatannya,” sementara mantan pemimpin Kamboja Hun Sen menuduh “penjajah” Thailand memprovokasi pembalasan.
Sejak Mei, meningkatnya ketegangan antara kedua negara tetangga telah menyebabkan lebih dari 40 kematian, serta larangan impor dan pembatasan perjalanan.
Pada Senin, tentara Thailand mengatakan pasukannya telah merespons tembakan Kamboja di Provinsi Ubon Ratchathani, termasuk dengan melancarkan serangan udara di sepanjang perbatasan yang disengketakan; sementara Kementerian Pertahanan Phnom Penh mengatakan pasukan Thailand-lah yang menyerang lebih dulu di Provinsi Preah Vihear, Kamboja.
Setidaknya satu tentara Thailand dan empat warga sipil Kamboja tewas, serta sekitar selusin lainnya luka-luka akibat pertempuran pada Senin, menurut para pejabat dari kedua belah pihak.
Hampir 650 sekolah di lima provinsi Thailand telah diperintahkan untuk ditutup demi alasan keamanan, kata Menteri Pendidikan Thailand, menyusul ketegangan baru yang meningkat sejak Minggu. Sementara itu, video di media sosial menunjukkan kekacauan di sekolah-sekolah di provinsi perbatasan Kamboja ketika para orang tua bergegas membawa anak-anak mereka pulang.
Sengketa perbatasan yang telah berlangsung seabad antara negara-negara Asia Tenggara ini meningkat drastis dengan serangan roket Kamboja ke Thailand pada pagi hari 24 Juli, yang diikuti oleh serangan udara Thailand.
Beberapa hari kemudian, Bangkok dan Phnom Penh menyetujui “gencatan senjata segera dan tanpa syarat” yang ditengahi oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Pada Oktober, kedua belah pihak menandatangani perjanjian gencatan senjata dalam sebuah upacara bersama Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Malaysia. Saat itu, Trump mengklaim pencapaian bersejarah dalam mengakhiri konflik perbatasan.
Namun, hanya dua minggu setelah penandatanganan tersebut, Thailand mengatakan akan menangguhkan implementasi perjanjian itu setelah dua tentaranya terluka dalam ledakan ranjau darat di dekat perbatasan Kamboja.
Thailand dan Kamboja telah memperebutkan kedaulatan teritorial di sepanjang perbatasan darat mereka yang sepanjang 800 km selama lebih dari satu abad, sejak perbatasan kedua negara ditetapkan setelah pendudukan Prancis di Kamboja.
(Rahman Asmardika)