JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Jakarta menyatakan, petugas satuan polisi (satpol) PP paling banyak melanggar hak asasi manusia (HAM), kemudian diikuti kepolisian dan TNI.
Ketua Badan Pengurus PBHI Jakarta Dedi Ali Ahmad mengatakan, pada kasus penggusuran, satpol PP menduduki peringkat pertama dalam hal pelanggaran seperti kekerasan fisik dan nonfisik. Berdasarkan data yang dimiliki, dari 70 kasus penggusuran seperti penggusuran PKL, permukiman liar, dan pasar, sebagian besar pelanggaran dilakukan satpol PP.
"Dari jumlah kasus penggusuran yang terjadi, tindakan kekerasan dan pemaksaan banyak dilakukan satpol PP," ujarnya, Minggu (6/1/2008).
Padahal, fungsi petugas satpol PP hanya sebatas mengawal kebijakan pemerintah, apakah berjalan atau tidak sesuai dengan UU No 32/2004 tentang Pamong Praja.
"Tugas mereka hanya mengawal bukan melakukan tindak kekerasan,"ucapnya.
Sementara tindak kekerasan dan kesewenang-wenangan juga dilakukan aparat kepolisian. Dari data yang dimiliki, sebanyak 60 kasus pelanggaran HAM dilakukan polisi, di antaranya meliputi 15 kasus salah tembak dan 4 kasus tanpa alasan jelas.
"Penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap para tahanan dan narapidana hingga kini masih terus berlangsung," ujarnya.
Hal ini tidak sejalan dengan UU No 5/1998 tentang Anti Penyiksaan, yang diratifikasi dari konvensi antikekerasan Convention Again Torture (CAT).
Dedi menambahkan, ada banyak pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan peraturan seperti Perda No 11/1988 tentang Ketertiban Umum. "Sudah saatnya pemerintah menindak tegas aparat yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi," tambahnya.
Menanggapi hal itu, Kasudin Tramtib Pemkot Jakarta Barat Abidin Mustofa membantah jika tindakan penertiban yang dilakukan anggotanya dianggap melanggar HAM.
"Kalau tidak dilakukan penegakan hukum, masyarakat akan mengabaikan peraturan yang berlaku," ujarnya.
(Nurfajri Budi Nugroho)