Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menengok Kampung "Tahu" Ledok Kulon Bojonegoro

Nanang Fahrudin , Jurnalis-Minggu, 26 Juli 2009 |00:02 WIB
Menengok Kampung
A
A
A

BOJONEGORO - Menyusuri Desa Ledok Kulon, Kecamatan Kota, Kabupaten  Bojonegoro mirip masuk pabrik raksasa, karena hampir semua warganya  memproduksi makanan "tahu".

Makanan kecil yang berbahan dasar kedelai itu menjadi ciri khas desa yang berada di sepanjang sungai Bengawan Solo. Ratusan warganya mempunyai "dapur" yang berisi alat memproduksi tahu. Dan satu lagi, hampir semua warganya juga memiliki hewan ternak sapi.
 
Pukul 02.00 WIB dini hari, denyut kehidupan Desa Ledok Kulon sudah mulai terlihat. Warga memulai aktivitasnya membuat tahu. Lampu terlihat menyala terang di setiap dapur rumah warga yang ditata ala kadarnya. Di tengah dapur terdapat kompor tungku besar untuk merebus kedelai yang sudah digiling. Tempat yang biasa dinamakan "Jadi" itu terbuat dari cor batu bata yang dibawahnya terdapat kayu sebagai alat pembakaran. "Jam dua pagi sudah mulai. Kalau tidak, waktunya tidak nutut (mencukupi,red)," kata Ny Mursiati, salah satu pengusaha tahu.

Aktivitas itu berlanjut hingga pukul 10.00 WIB dan deretan tahu sudah siap diproduksi. Bagi pengusaha yang juga membuat tahu gorengan, akan melanjutkan pekerjaannya menggoreng tahu dan berakhir sekira pukul 18.00 WIB. Hasil produksi hari itu kemudian  dijual untuk keesokan harinya saat hari masih Subuh. Aktivitas itu lalu menjadi sebuah rutinitas yang menggerakkan roda ekonomi masyarakat Desa Ledok Kulon.

Menurut dia, membuat tahu bukan hanya dilakukan oleh generasi dirinya sekarang. Melainkan sudah ada sejak ibu dan  neneknya dulu. Warga RT2 RW 3 itu menceritakan, sejak ibunya beranjak tua, usaha tahu diteruskan dirinya, tepatnya tahun 1978. Saat itu, semua masih dikerjakan sendiri tanpa bantuan pekerja. Harga tahu sendiri masih Rp1.000 per 10 biji. "Sekarang saya sudah punya empat pekerja yang membantu di dapur," katanya.

Tak mengherankan jika semua dapur milik warga yang digunakan sebagai pusat produksi tahu, warna dindingnya tidak lagi putih, melainkan hitam pekat. Dinding anyaman bambu juga tak terawat dan banyak yang bolong yang menandakan usia dapur begitu tua. Meski  demikian rasa tahu buatan Ledok Kulon tetap gurih dan enak dimakan, apalagi dengan nyeplus cabe. "Ini tidak ada campurannya sama sekali. Asli kedelai karena kalau dicampur rasanya tidak enak," terang Imam, pengusaha tahu lainnya warga RT 4 RW 3.

Lalu bagaimana caranya membuat Tahu? Ny Mursiati sedikit berbagi soal pekerjaan yang digelutinya. Awalnya, kedelai yang sudah dikupas dicuci hingga bersih. Lalu, kedelai digiling dengan dicampurair hingga menyerupai tepung basah. Tepung itu lalu diendapkan hingga sehari dan selanjutnya dimasak menggunakan "wajan" besar.
 
Setelah sekitar satu jam, adonan itu didinginkan dan diperas menggunakan kain kasa. Hasil perasan tepung kedelai itu lalu diendapkan beberapa jam. Bagian atas akan berupa air yang biasa disebut cuka tahu, dan bagian bawah terdapat endapat seperti tepung lembek. Bagian bawah itulah yang diambil lalu diletakkan di atas papan cetak berukuran  sekitar 1 meter persegi dengan ketebalan tepung lembek sekitar 2-3 cm. Setelah dingin, tepung cetakan kotak itu dipotong dengan kayu tipis berbentuk kotak-kotak kecil, hingga menjadi tahu.

Menurut Mursiati, dalam sehari dirinya mengolah 1 kuintal kedelai untuk kemudian dijadikan tahu. Hasil produksinya dipasarkan hampir di semua kecamatan di Bojonegoro, mulai Bojonegoro kota, Kapas, Baureno, hingga Babat (Lamongan) dan Tuban. Setiap hari, sudah ada pembeli yang datang ke rumahnya mengambil sendiri tahu  buatannya. "Tapi saya juga menjualnya sendiri di Pasar Baureno. Jam  11 siang biasanya sudah habis," terangnya.

Ny Mursiati, adalah satu dari ratusan warga yang memproduksi tahu. Dari data di Paguyuban Pengusaha Tahu Ledok Kulon, di desa yang hanya berjarak sekitar 500 meter dari alun-alun Kota Bojonegoro itu, jumlah pengusaha mencapai 200 keluarga. Jika  rata-rata warga mengolah 1 kuintal kedelai, maka setiap harinya ada 200 kuintal kedelai yang diolah warga Ledok Kulon. Dan setiap 1 kuintal kedelai akan bisa menghasilkan tahu sebanyak 9.600 biji. Maka, omzet setiap warga Ledok Kulon dalam sehari mencapai  Rp2,4 juta. Jika terdapat 200 warga yang memproduksi tahu, maka omzet pengusaha tahu di Ledok Kulon mencapai Rp480 juta/hari.

Memang, hitungan itu masih sangat sederhana karena belum dipotong biaya produksi. Tapi, prospek usaha tahu masih cerah diakui Imam, pengusaha lainnya. Menurut dia, tahu sudah menjadi makanan "pokok" bagi masyarakat Bojonegoro dan sekitarnya. Sehingga, tahu tidak mengenal musiman, karena terus diproduksi. "Dulu saya tidak mau ikut. Tapi, sekarang malah tak pernah berhenti membuat tahu," katanya sambil terkekeh.

Tahu memang identik dengan sapi, karena, ampas tahu (limbah padatnya) bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Imam sendiri memiliki dua ekor sapi yang kandangnya tak jauh dari tempat memproduksi tahu. Apalagi, semua sisa pembuatan tahu tidak sia-sia, melainkan bisa dimanfaatkan atau dijual. Kalau ampas tahu padat dipakai untuk pakan ternak, arang sisa kayu bakar biasanya dijual Rp25.000/karung. "Tapi biasanya 1 karung itu sisa pembakaran selama seminggu," katanya.

Sampai kapan membuat Tahu?. Imam tak bisa menjawab. Menurut dia, tahu sudah seperti bagian hidup dari warga Ledok Kulon. Karena, bisnis tahu sudah menjadi usaha turun temurun keluarga. Bahkan, mendengar nama Desa Ledok Kulon, maka identik dengan produksi tahu dan batu bata. Tahu, memang menjadi salah satu andalan warga yang setiap tahunnya selalu menjadi korban banjir luapan Sungai Bengawan  Solo.

Ny Mursiati mengaku, sampai sekarang tak terbersit membuka usaha lain selain produksi tahu. Karena, bisa dibilang tahu menjadi warisan nenek leluhur mereka. Dia tidak tahu kapan Desa Ledok Kulon memulai usaha tahu. Karena, sejak tahun 1960-an, tahu sudah ada di Ledok Kulon dan bisa dimakan warga Bojonegoro dan sekitarnya. "Ini bisnis utama keluarga kami. Tidak ada usaha lain. Ya, ini saja," terangnya di sela-sela menggiling tahu.

(Dadan Muhammad Ramdan)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement