JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menentukan status hukum bagi Muhammad Nazaruddin. KPK dinilai lamban mengusut Nazaruddin yang diduga mengetahui kasus suap proyek wisma atlet SEA Games.
"KPK harus menentukan status bagi Nazaruddin. Tanpa status yang jelas KPK tidak bisa memanggil paksa bila ada pemanggilan. Status yang jelas penting supaya tidak ada kisruh politik," ujar Kordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (5/6/2011).
Menurut Febri, KPK berwenang memanggil paksa seorang saksi seperti Nazaruddin untuk dimintai keterangan mengenai kasus suap proyek wisma atlet. Celah pemanggilan paksa ini dilakukan melalui interpretasi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimana seorang saksi wajib memenuhi panggilan KPK.
"Semua orang wajib menjadi sakasi jika dipanggil, kalau tidak dilakukan bisa dipanggil paksa. Ada juga aturan di KUHAP yang bisa digunakan KPK. Kuncinya di KPK," tandasnya.
Pada 21 April lalu, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tiga orang terkait kasus suap tersebut.
Mereka adalah Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram yang kini sudah dinonaktifkan, Mindo Rosalina Manulang dan Direktur PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris. Dalam penggeledahan di ruang gedung Kemenpora, KPK ikut menyita cek tunai senilai Rp3,2 miliar.
Nazaruddin pengusaha sukses di Pekanbaru, Riau ini terakhir muncul ke publik pada 10 Mei lalu. Dalam keterangan pers bersama rekan separtai Benny K Harman dan Ruhut Sitompul, Nazaruddin membantah terlibat kasus suap SEA Games.
Nazaruddin pun terbang ke Singapura dengan alasan berobat pada 23 Mei, sehari sebelum surat cegah yang diminta KPK dikeluarkan Dirjen Imigrasi.
(TB Ardi Januar)