Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Kronologis Pemalsuan Surat Putusan MK

Susi Fatimah , Jurnalis-Selasa, 21 Juni 2011 |18:01 WIB
Kronologis Pemalsuan Surat Putusan MK
A
A
A

JAKARTA- Andi Nurpati, juru bicara Partai Demokrat, disebut-sebut terlibat dalam pemalsuan Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Agustus 2009. Lantas bagaimana kronologis kasus pemalsuan tersebut?

Sekertaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedri M Gafar di depan anggota Komisi II DPR RI, Selasa (21/6/2011) menuturkan, konsep surat palsu putusan MK terkait calon anggota legislatif Dapil Sulawesi Selatan I dari Hanura, Dewi Yasin Limpo, dilakukan di kediaman mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi.

Konsep surat tersebut dilakukan oleh staf administrasi MK, Mashuri Hasan. Dia datang ke kediaman Arsyad pada 16 Agustus 2009. Kedatangannya tersebut atas panggilan putri Arsyad, Neshawati.

"Pada 16 Agustus Hasan datang sendiri, ia ditelepon Nesha putri Hakim Arsyad untuk datang ke apartemen pejabat negara di Kemayoran. Di kediaman bapak Arsyad, Hasan kemudian mengkopi file, dibuat tanggal 14 Agustus 2009, dalam sebuah file tersendiri. Menurut pengakuan Hasan substansi file tidak diubah,” kata Janedri.
 
Janedri menuturkan, Hasan kemudian mencetak konsep, diberi tanggal surat 14 agustus 2009, dan diberi nomor surat 112 dengan tulisan tangan. Bukti buku penomoran surat juga ditulis Hasan dengan tulisan tangan.

Selanjutnya Janedri mengatakan, Hasan langsung meluncur ke gedung MK dan bermaksud untuk mengadministraskan surat yang sudah dikonsep itu. “Bukti buku penomoran surat ditulis sendiri oleh Hasan, karena sekretaris panitera MK Alifah ketika itu tidak masuk. Akhirnya Mashuri Hasan mengadministrasikan, tapi tidak ada tanda tangan panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein," kata Janedri.

Hasan terus berupaya untuk mendapatkan tanda tangan di surat yang telah dikonsep tersebut. Hasan pun memalsukan tandatangan dengan cara mencangkok komputer, membongkar isinya. “Hasan punya file tanda tangan panitera MK, file TTD Panitera 0000059, sama dengan Mashudi Hasan, scan tanda tangan panitera MK, Zainal Arifin Hoesein,” ujar Janedri.

File tersebut kemudian disimpan ke USB milik Alifah, tapi menurut pengakuan Alifah, USB rusak sudah tidak dapat digunakan. Setelah mendapatkan file tanda tangan tersebut maka Hasan segera meluncur ke  kediaman Arsyad. Di apartemen Arsyadm, ternyata sudah ada ibu Dewi Yasin Limpo.

“Dia menyerahkan konsep itu ke Arsyad, sementara USB diminta seseorang tidak diketahui namanya,” kata Janedri.

Sebelumnya sekitar pukul 12.00 WIB dan 13.00 WIB panitera MK Zaenal Arifin Hoesein ditelepon Arsyad Sanusi. “Pak Arsyad menanyakan apakah ada penambahan putusan Hanura? Dan dijawab panitera itu bukan penambahan. Setelah itu bapak Arsyad pun mengatakan kalau ada caleg DPR Dapil Sulsel I menemui panitera MK tapi disarankan oleh panitera agar bertemu di kantor,” katanya.

Malam harinya sekitar pukul 20.00 WIB, panitera MK, Zaenal pun kedatangan tamu, yakni Dewi Yasin Limpo ke perumahan pegawai dan karyawan MK di Bekasi, Jawa Barat. Tujuan caleg asal Hanura itu meminta tolong supaya surat jawaban panitera agar ada kata penambahan. Permintaan langsung ditolak Panitera MK karena sebelumnya tidak mengenal karena baru ketemu saat itu juga itu 16 Agustus.

Esoknya, sekira pukul 14.00 WIB tanggal 17 Agustus 2009 Mashuri Hasan bertemu ketua MK, Mahfud MD kurang lebih selama 15 sampai 20 menit. Tujuan Hasan untuk berkonsultasi ke ketua MK perihal surat jawaban putusan.

Mahfud menjelaskan ke Hasan bahwa surat jawaban harus berdasar ke amar putusan MK, yang harus dikirim ke Andi Nurpati.

Setelah berkonsultasi, surat itu pun dibawa ke KPU pada sore hari dengan maksud diberikan ke Komisioner KPU. Saat itu Hasan ditemani Nalom. Di sana mereka bertemu Dewi Yasin Limpo yang juga sudah berada di KPU.

“Kemudian Dewi menelepon yang kemungkinan adalah Arsyad karena bahasa yang digunakan bahasa daerah. Saat itu Nalom tak memahaminya, tapi ternyata yang berbicara adalah Nesha putri bapak Arsyad, Nesha meminta dewi Yasin Limpo membaca isi surat tersebut, lalu diserahkan ke Dewi Yasin Limpo, karena menurut Nesha itu atas perintah Pak Arsyad," tutur Janedjri.

Malam harinya, kedua staf MK itu pun meluncur ke Jak TV bertemu anggota KPU Andi Nurpati. Surat diterima Andi Nurpati dan menurut Nalom dan Mashuri Hasan.

"Ibu Andi Nurpati berkomentar, tidak seperti ini suratnya. Kalau tidak mengubah jumlah kursi mengapa dikabulkan. Andi Nurpati tidak mau menandatangani tanda terima surat, lalu disampaikan ke sopir Andi Nurpati, dengan tanda bukti penyampaian surat, ditandatangani saudara Aryo yang juga sopirnya," jelas Janedjri.

Hasan pun langsung menyampaikan surat itu ke supir Andi Nurpati, dengan tanda bukti penyampaian surat, ditandatangani saudara Aryo supir Andi Nurpati.

(Stefanus Yugo Hindarto)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement