SEMARANG- Hingar bingar house musik dan lalu lalang para pekerja seks komersial (PSK) malam ini tak mewarnai suasanan di Lokalisasi atau Resossialisasi Sunan Kuning di Kota Semarang. Justru takbir dan bacaan ayat-ayat suci Alquran menggantikan semua itu.
Iya, malam ini adalah malam kedua Sunan Kuning ditutup untuk umum. Lokalisasi yang berada di kawasan RW 4 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat ini, seolah tidur, melepas penat setelah 11 bulan ini penuh dengan keramaian.
Nyaris seluruh psk, yang biasa mencari nafkah dengan menunggu pria hidung belang yang datang ke Sunan Kuning itu, pulang ke kampung halaman untuk menjalankan puasa dan lebaran dengan keluarga mereka.
Di Masjid Al-Hidayah, yang merupakan tempat ibadah satu-satunya di lokalisasi ini, dipenuhi warga asli komplek lokalisasi ini. Mereka melakukan salat taraweh pertama mereka di sini.
Dengan kusuk mereka melakukan salat tarawih. Rakaat demi rakaat untuk menunaikan salat mereka, sebagai wujud penyerahan diri kepada Allah junjungan umat manusia.
Seperti yang dilakukan Endang, salah satu warga RW 4 yang ditemui Okezone usai salat tarawih.
"Saya terharu setiap kali bulan puasa datang, karena saya benar benar merasakan kenikmatan berkah dari Allah mas. Saya dulu juga bekerja sebagai penghibur, tapi sekarang saya sudah tidak," haru Endang saat menceritakan masa lalunya.
Bekerja sebagai wanita penghibur membuat Endang lupa akan agama yang dianutnya. "Satu tahun bekerja, sudah selayaknya kita berhenti sejenak. Dulu berpikir untuk libur saja, nggak pernah kepikir mas, kerja dan kerja terus...lupa tuhan. Makannya sekarang tiap awal puasa saya selalu merasa bersyukur lepas dari semua itu," imbuh wanita berusia 45 tahun, yang kini sudah mempunyai usaha salon kecantikan.
Ketua pengurus Lokalisasi Sunan Kuning, Suwandi juga mengisahkan bagaimana dia berjuang untuk menyadarkan penghuni "SK" (sebutan Sunan kuning) tentang pentingnya hidup beragama.
"Sejak tahun 1966, saya sudah berjuang untuk mengajak penghuni agar mau beribadah, waah sulitnya bukan main mas. Dulu kita salat saja numpang di balai pertemuan, ngaji ikut di rumah-rumah warga yang sudah sadar," tutur Wandi, yang hingga kini masih saja terus giat mengajak para anak asuh (sebutan psk) untuk sadar agama.
Baru tahun 1996 Masjid Al-Hidayah ini dibangun. Kini jumlah jamaah masjid satu-satunya di komplek SK ini sudah berjumlah ratusan. Tidak saja dari 158 KK, namun ada juga para psk yang ikut menunaikan salat tarawih di masjid itu, sebelum mereka pulang kampung.
Rumah-rumah karaoke pun tertutup rapat, Suwandi juga menjamin selama satu bulan ini kegiatan prostitusi dihentikan untuk sementara waktu.
(Kemas Irawan Nurrachman)