JAKARTA- Terdakwa teroris bom buku Imam Mochammad Firdaus dituntut hukuman lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Hari ini, Imam membacakan pembelaan (Pledoi) dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Supeno, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (20/2/2012).
Saat membacakan Pledoi, Imam menangis tersedu, dia mengakui menutupi informasi teror bom buku dan bom Serpong karena tuntutan profesi sebagai wartawan. "Saya katakan saya bukan pengkhianat, saya tidak mau menjual info apa pun maupun gambar ke Aljazeera," ucapnya sambil menangis saat membacakan Pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (20/2/2012).
Sementara itu, kuasa hukum Imam, Priagus Hardi Nugroho, mengatakan, kliennya menutupi informasi karena sedang mengemban tugas jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers.
"Jaksa tidak mempertimbangkan pertanggungjawaban secara pidana ada alasan pembenar yaitu seorang wartawan boleh menyembunyikan informasi. Wartawan mempunyai hak tolak. Terdakwa adalah wartawan dengan jabatan news cameraman yang diberi wewenang untuk mewawancarai narasumber dan dapat menolak dan menyembunyikan narasumbernya," ucapnya kepada wartawan
Seperti diberitakan, Imam Mochammad Firdaus mengaku tidak bersalah saat menolak memberi tahu kapan waktunya otak bom buku, Pepi Fernando akan meledakkan Gereja Christ Cathedral, Serpong. Imam tetap bersikeras tidak melanggar kode etik jurnalistik.
Menurut kuasa hukumnya, Ferry Juan, dakwaan kliennya tidak cocok karena tidak ada rekomendasi dari Dewan Pers. Dakwaaan tidak disertakan rekomendasi atau pendapat Dewan Pers apakah terdakwa dalam menjalankan tugasnya telah melanggar kode etik jurnalistik.
Menurut Ferry, Imam merupakan korban dari perundang-undangan yang tidak adil. Karena itu harus dibuktikan terlebih dulu jika kliennya bersalah.
Sedangkan menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), Imam dinilai mengetahui rencana Pepi membuat bom untuk diledakkan di Gereja Christ Cathedral, Serpong.
Perbuatan Imam menyembunyikan informasi adanya pelaku peledakan bom buku dan lokasi peledakan bom tidak sejalan dengan program pemerintah untuk memberantas aksi-aksi terorisme. Imam dijerat pasal 13 huruf C UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
(Stefanus Yugo Hindarto)