JAKARTA - Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar mengatakan, bentrokan antara anggota TNI AD Batalyon Infanteri 221 Gorontalo dan anggota Brimob Kepolisian Daerah Gorontalo, Minggu 22 April lalu, tak bisa dilepaskan dari perubahan kewenangan kedua institusi dalam keamanan.
Pascareformasi, peran TNI telah jauh berkurang sehingga muncul kesan Polri sebagai penguasa bidang keamanan di dalam negeri. Sementara TNI hanya difokuskan kepada sektor pertahanan.
“Inilah hasil dari sendiri-sendiri, toh juga tidak aman-aman amat di dalam negeri,” ungkapnya saat dihubungi Okezone, Senin (23/4/2012).
Menurut Bambang, ada kecemburuan dan ketersinggungan TNI terhadap Polri, yang tak bisa dipungkiri juga kerap menjadi beking usaha-usaha tertentu.
“Pertikaian antara keduanya sebenarnya masalah sederhana dan berkaitan dengan usaha-usaha sampingan, yang kini seolah dikuasai oleh Polri dan lahan untuk TNI sudah mulai tergusur. Sehingga polisi bisa dengan mudah mendapatkan duit-duit sampingan,” katanya.
"Ada kecemburuan dan ketersinggungan seperti digunakannya aparat polisi sebagai beking keamanan golongan tertentu baik itu geng motor atau pengamanan lainnya dan TNI tidak bisa.”
Sementara itu, pengamat dari President University Anak Agung Banyu Perwita menyoroti porsi anggaran terhadap kedua institusi yang dinilainya terlalu njomplang.
”Bayangkan saja TNI hanya mendapatkan anggaran Rp63 triliun dan itu harus dibagi empat, yaitu Angkatan Darat, Laut, Udara dan Kementrian Pertahanan. Sedangkan Polri mendapatkan sekira Rp30 triliun dan hanya dipakai sendiri. Jelas ini tidak adil,” katanya.
(Insaf Albert Tarigan)