JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, mengaku sedang menunggu jawaban dari Pemerintah Papua Nugini terkait pemulangan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Joko Chandra, ke Tanah Air.
"Kita (sedang) menunggu. Seperti yang sudah berulang kali saya katakan, upaya ekstradisi kita itu ditujukan kepada satu negara tetangga baik kita," kata Amir di kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2012).
Amir mengatakan, pemerintah Papua Nugini belum memberi jawaban apakah bakal memulangkan Djoko Tjandra ke Indonesia atau tidak. Menurut Amir, Papua Nugini memang punya kedaulatan untuk mengacuhkan permohonan tersebut. "Tidak ada kewajiban Papua untuk melakukan konfirmasi," terang Amir.
Seperti diketahui, untuk memulangkan Tjoko Tjandra ke Indonesia, pemerintah telah mengirimkan Mutual Legal Assistance (MLA) ke Papua Nugini. MLA adalah istilah perjanjian bilateral untuk memulangkan, antara lain, aset milik koruptor.
Permohonan MLA itu diajukan lantaran Indonesia tidak punya perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Papua Nugini. Menurut Amir, Indonesia tidak bisa sewenang-wenang mendesak Papua Nugini, meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, memerintahkan Tjoko Tjandra dikembalikan. "Internal kita boleh. Tapi negara orang tidak bisa. Yang maksimal kita lakukan adalah MLA," tegas Amir.
Djoko Tjandra alias Tjan Kok Hui merupakan buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi, dia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.
(Tri Kurniawan)