JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans) tahun 2008, Neneng Sri Wahyuni memaparkan alasan mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Berdasarkan eksepsinya, alasan pertama Neneng karena surat dakwaan Penuntut Umum KPK cacat hukum, sehingga batal demi hukum atau harus dinyatakan tidak dapat diterima karena surat dakwaan dibuat tanpa didukung dengan bukti-bukti yang sah.
"Hanya berdasarkan ucapan orang saja, yang sudah menjadi tersangka di Polda Metro Jaya, karena memberikan keterangan palsu dibawah sumpah didalam persidangan M. Nazarudin," ungkap Neneng dalam eksepsi yang dibacakan Penasehat Hukumnya, Elza Syarif, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/11/2012).
Kedua, tentang dakwaan Tim Penasehat Umum (TPU) KPK adalah kabur (obscuur liebel). Uraian dakwaan yang dibuat dan dibacakan Tim Penuntut Umum KPU selain tidak cermat juga tidak teliti.
"Ternyata terdapat fakya yang saling bertentangan dan juga tidak logis, demikian juga kejadian yang diuraikan berkaitan dengan tempat dan waktu serta cara bagaimanan perbuatan dilakukan terdakwa tidak diuraikan dengan jelas dan lengkap," paparnya.
Ketiga, TPU KPK adalah dakwaan alternatif atau praktik yang tidak lazim. Penerapan dakwaan alternatif juga dinial mengandung nuansa yuridis bersifat negatif.
"Jaksa Penuntut Umum ragu-ragu terhadap tindak pidana yang didakwakan. Selain itu tersirat adanya ketidakmampuan JPU (Jaksa Penuntut Umum) menguasai dengan pasti materi perkara yang dijadikan dasar dakwaan, sehingga erar terhadap sikap terdakwa untuk melakukan pembelaan," simpul Elza.
Oleh karena itu, Elza meminta Majelis Hakim menerima dan mengabulkan eksepsi Neneng, kemudian meyetakan surat dakwaan TPU KPK batal demi hukum.
"Kami juga memerintagkan kepada TPU KPK untuk membebaskan atau mengeluarkan terdakwa dari rutan Salemba cabang KPK dan membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara," tutupnya.
(K. Yudha Wirakusuma)