JAKARTA – Selama kurun waktu 2012, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat sejumlah pemborosan anggaran dalam penyusunan RUU. Pada anggaran 2012 alokasi anggaran untuk penyusunan RUU dan pengawasan pelaksanaan kebijakan pemerintah sebesar Rp842 miliar. Untuk penyusunan dan pembahasan RUU, DPR mengalokasikan anggaran Rp466 miliar.
Ketua Indonesia Fight Corruption (IFC), Intan Sari Geni menilai dana sebesar itu, melukai hati masyarakat dan tak pantas jika hanya digunakan untuk penyusunan RUU.
“Kita lihat kesehatan masyarakat juga belum terjamin dan pendidikan juga masih belum diperhatikan. Minimal dana sebesar itu dapat digunakan untuk mendirikan universitas, untuk generasi muda,” kata Intan saat berbincang dengan Okezone, Minggu (31/12/2012).
Dia beranggapan untuk mengusun RUU, cukup dengan dana sebesar Rp1 Miliar. Jadi tak ada lagi pemborosan dari anggota dewan yang terhormat diatas penderitaan masyarakat.
“Jika dibangun Universitas, maka masyarakat yang tidak mampu dapat mengenyam pendidikan di universitas tersebut. Otomatis tingkat kriminalitas mampu ditekan dan korupsi bisa diminimalisir” terangnya.
Selain itu hutang negeri ini juga terbilang tidak sedikit, jadi alangkah lebih baiknya jika anggaran yang nilainya fantastis, dapat diperuntukkan membayar hutang. “Kita tau Indonesiua punya hutang yang tak sedikit, dana tersebut bisa saja digunakan untuk bayar hutang,” tukasnya.
Sebelumnya Kordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA Uchok Sky Khadafi, mengakui bahwa DPR selalu berdalih jika anggaran Rp842 miliar ini memang tidak terpakai seluruhnya. Namun, ini memperlihatkan kepada publik atas tindakan DPR yang tidak serius dalam perencanaan anggaran.
"Ini mengakibatkan kemubaziran alokasi anggaran. Yang semestinya alokasi anggaran ini bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat miskin," tegas Uchok Minggu (30/12/2012).
Uchok memaparkan, harga sebuah RUU usulan dari DPR di Komisi I pada 2011 dibanderol dengan harga Rp8,1 miliar. Pada 2012 menjadi Rp9 miliar. Pada Komisi II, pada 2011 RUU dibanderol Rp7,8 miliar dan pada 2012 menjadi Rp9 miliar.
Lalu, di Komisi III, pada 2011 RUU dibandrol Rp8,1 miliar menjadi Rp9 miliar pada 2012. Kemudian, RUU usulan dari pemerintah diantaranya pada Komisi VI, pada 2011 RUU dibanderol Rp 4,6 miliar dan meningkat menjadi Rp 6,5 miliar pada 2012. Di komisi II RUU dibandrol Rp4,8 miliar naik menjadi Rp6,5 miliar pada 2012.
Sementara, harga RUU ratifikasi sebesar Rp964 juta, dan pada 2012 menjadi Rp1 miliar. Untuk harga RUU pemekaran adalah sebesar Rp2,5 miliar menjadi Rp2,8 miliar pada 2012.
"Maka, kenaikan secara umum harga sebuah RUU di bursa efek DPR Jakarta, ada yang minimal sebesar Rp929 juta, dan juga sebesar Rp1,9 miliar. Ini memperlihatkan bahwa harga untuk sebuah draft RUU saja begitu mahalnya, dan penghitungannyapun di luar akal sehat. Masa membuat draft RUU saja, sampai bermiliar-miliar? Dimana nurani anggota DPR?" ungkapnya.
(K. Yudha Wirakusuma)