DENPASAR - Kalangan aktivis peduli anak di Bali menelusuri kasus pernikahan kontroversial di Kabupaten Bangli yang melibatkan anak di bawah umur J (13) dengan pria berusia 40 tahun, WC.
“Rencananya, hari Jumat, 1 Februari, tim kami turun ke Bangli, melakukan klarifikasi ke anak yang bersangkutan dan keluarganya,“ ujar Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Bali, Titik Suhariyati, di Denpasar, Rabu (30/1/2013).
Pihaknya ingin menggali pengakuan korban terkait kronologis pernikahan itu, apakah ketika berhubungan badan dengan pria itu dia di bawah tekanan, dibujuk, dijanjikan sesuatu, atau sejenisnya.
Menurutnya, meskipun secara adat pernikahan tersebut dianggap sah, namun secara hukum positif hal itu melanggar UU Perlindungan Anak. J sendiri masih berusia 13 tahun dan duduk di bangku kelas 6 SD.
Hanya saja, dalam melihat kasus itu, pihaknya tidak bisa semata berpijak aturan formal saja, ada hal lain yang harus dipertimbangkan, terutama aspek psikologis korban. "Jangan sampai justru penanganan kasusnya justru membawa dampak negatif bagi perkembangan psikologis anak yang menjadi korban," terangnya.
Polres Bangli juga diminta berhati-hati dalam menangani kasus tersebut, mengingat keduanya berasal dari keluarga cukup sederhana. Pria yang menikahi anak di bawah umur itu menjadi tulang punggung keluarganya dan sejauh ini tidak ada keluarga besar yang keberatan dengan pernikahan kontroversial itu.
Untuk itu, lanjut Titik, pihaknya ingin mendengar langsung kasusnya secara utuh dan keinginan bocah warga Jehem, Kecamatan Tembuku, itu. Dengan begitu, bisa dicarikan solusi terbaik, terutama setelah anak yang dikandungnya lahir.
Seperti diketahui, J dinikahkan secara adat pada Desember 2012 karena diketahui sudah hamil tujuh bulan. Pria yang menikahinya sudah beristeri dan sudah memiliki dua anak.
(Risna Nur Rahayu)