JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini tengah menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) Advokat. Sebagaimana diketahui, komunitas advokat Indonesia saat ini pun terbelah dua menyikapi RUU Advokat ini.
Ada pihak yang mendukung maupun menentang dan tetap teguh pada Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Bendahara Umum Kongres Advokat Indonesia (KAI), Mochamad AA mengaku akan menyambut baik jika seandainya RUU Advokat disahkan menjadi Undang-undang Advokat yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 18 tahun 2003.
Menurutnya, yang patut mendapat perhatian DPR yakni bagaimana profesi advokat dijamin oleh Undang-undang sehingga menjadi profesi yang dihormati oleh masyarakat dan terutama oleh para penegak hukum yang lain.
“RUU yang baru ini harus lebih jelas mengatur kesetaraan profesi advokat dengan para penegak hukum lainnya. Perlu diatur lebih rinci. Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tidak mengatur secara tegas sehingga kesetaraan advokat dengan penegak hukum lainnya benar-benar nyata dan tidak hanya berupa sebuah konsep di atas kertas,” terang Mochamad, Kamis (4/9/2014).
Hal lain, menurutnya, ialah mengenai masalah penyumpahan dan kekebalan profesi advokat (hak imunitas). Di mana kata dia, dalam RUU ini, masalah imunitas sudah diatur dengan cukup baik. Dia berharap DPR benar-benar memerhatikan secara khusus hal tersebut.
“Profesi advokat adalah sebuah profesi terhormat. Saya berharap, apabila RUU ini disahkan, maka dia harus bisa menjamin kehormatan dan martabat advokat, sehingga masyarakat pemakai jasa advokat bisa terlayani hak-hak hukumnya oleh advokat yang profesional dan berdedikasi," paparnya.
Sikap mendukung RUU ini justru berbanding terbalik dengan sikap Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN ) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan. Menurut Otto, isi RUU tersebut justru melemahkan independensi profesi serta cenderung memecah belah advokat.
"Ini karena akan menjadikan advokat berada di bawah campur tangan pemerintah dengan adanya pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN) yang melibatkan DPR dan pemerintah,” ujar Otto.
Peradi hingga kini terus berupaya agar DPR tidak mengesahkan RUU Advokat hingga berakhirnya masa jabatan DPR RI periode 2009-2014, agar RUU ini benar-benar dibatalkan dan tidak bisa diteruskan oleh DPR periode berikutnya.
(Rizka Diputra)