YOGYAKARTA - Keraton Kotagede merupakan bagian Kerajaan Mataram Islam yang memiliki sejarah panjang dan pengaruh hingga berabad-abad kemudian. Bahkan keberadaannya masih melekat dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta masa kini.
Kemunculan Keraton Kotagede berawal dari tanah perdikan di Mentaok (Mataram) yang diberikan kepada Ki Ageng Pamanahan oleh Sultan Hadiwijoyo, Sultan Pajang. Tanah perdikan atau sima merupakan sebidang tanah yang diberikan kepada orang yang berjasa kepada raja yang berkuasa. Ketika itu Ki Ageng Pamanahan berhasil menumpas Arya Penangsang, yang sebelumnya membunuh Sunan Prawoto, penguasa terakhir Kerajaan Demak pada 1549.
“Kerajaan Mataram Islam yang berlokasi di Kotagede muncul seiring dengan runtuhnya Kerajaan Pajang,” tutur Johannes Marbun, budayawan dari Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) belum lama ini.
Panembahan Senopati, putra dari Ki Ageng Pamanahan, membangun peradaban di atas tanah perdikan seluas 200 hektare pada 1577. Dikisahkan, ketika tiba di kawasan ini yang dicari pertama oleh Ki Ageng Pemanahan adalah sebuah pohon beringin yang telah ditanam oleh Sunan Kali Jogo. Dan akhirnya pohon itu ditemukan. Kemudian didirikanlah rumah di sebelah selatan beringin untuk Ki Ageng Pemanahan. Dan bangunan inilah yang kemudian dikembangkan hingga akhirnya menjadi Keraton Kotagede.
Tidak hanya pusat ekonomi masyarakat berupa Pasar Kotagede, institusi yang dibangun juga berwujud lembaga keagamaan yang hingga saat ini masih dapat dilihat dalam bentuk Masjid Agung Kotagede. Pemilik nama kecil Raden Mas Danang Sutowijoyo itu pun menjadi Raja Pertama Kerajaan Mataram Islam.
Keraton ini memiliki struktur tata kota gabungan Hindu dan Islam. Bentuk bangunan dan gapura jelas terlihat merupakan ciri Hindu. Tetapi seperti halnya Demak dan Pajang, masjid menjadi bagian penting dari Keraton.