JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Nasional (Unas) Ansy Lena, menjelaskan ada tiga pola hubungan dalam menjalankan roda pemerintahan yang terjadi saat ini antara eksekutif dan legeslatif di Indonesia.
Pertama, kata Ansy, adalah pola kolegial. Di mana, hubungan antara wakil rakyat dan pemerintah sangat harmonis dan saling berbagi kuasa dalam menjalankan pemerintahannya.
"Hubungan pertama ini ada pola kolegial, yakni pola yang sehat. Karena dibangun atas cahange and balances jadi tugasnya eksukutif dan legeslatif proporsional sebagai wakil rakyat dan pejabat di pemerintah itu sendiri," kata Ansy dalam diskusi yang digelar Kibar Indonesia dan bertajuk 'Kursi Panas DKI Tanpa Dukungan DPRD, Berhasilkah?' di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (17/3/2016).
Asny melanjutkan, hubungan yang kedua dalam menjalankan pemerintahannya Kepala Daerah dan legeslatif memiliki pola hubungan koruptif dan kolutif. Yakni, antara eksekutif dan legeslatif telah bersepakat untuk bermain anggaran dalam pemerintahannya.
"Legeslatif dan eksutif itu dalam hubungan pola ini sangat harmonis. Mulai dari SKPD sudah didesain oleh partai politik dan semua sudah dibagi-bagi kepada partai politik. Terkait anggaran juga dalam pemerintahan ini sudah berafiliasi oleh para pengusaha yang juga dekat dengan partai politik," urainya.
Pola terakhir, lanjut Ansy, yakni hubungan pemerintahan yang dibangun oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersama DPRD DKI. Mantan Bupati Belitung Timur itu dijelaskan, menggunakan sistem hubungan dengan pola relasi konfliktual bersama wakil rakyat Ibu Kota di Pemprov DKI.
"Contoh hubungan Pak Ahok bersama DPRD ini sangat tidak harmonis. Dari penjelasannya dia ingin menyelamatkan APBD dari para pembegal APBD yang dilakukan oknum parpol. Dalam praktik ini Ahok memberikan pesan politik bahwa kemarahannya itu bermakna transparansi dan menginginkan publik ikut serta dalam mengawasi anggaran," pungkasnya.
(Fiddy Anggriawan )