Mahkamah Konstitusi Batalkan UU Hak Angket

Kholil Rokhman, Jurnalis
Senin 31 Januari 2011 14:16 WIB
Mahfud MD
Share :

JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Mahfud MD membatalkan seluruh isi Undang-Undang 6/1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan wariasan orde lama.
 
Pasalnya, UU tersebut berdasarkan sistem pemerintahan parlementer berdasar UUDS 1950. Atas putusan tersebut, maka masalah hak angket hanya diatur dalam UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
 
“Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Senin (31/1/2011).
 
Majelis hakim MK menilai paling tidak ada dua alasan mengapa UU tersebut dibatalkan. Pertama karena UU tersebut dibuat dalam sistem pemerintahan parlementer. Hal itu terlihat dalam pasal 28 UU 6/1954 yang menyebutkan panitia hak angket tidak bubar meskipun DPR dibubarkan. Klausul tersebut hanya mungkin terjadi di masa parlementer.
 
“Ketentuan demikian jelas berbeda atau tidak sejalan dengan UUD 1945 yang menganut sistem pemerintahan presidensiil. Dalam sistem pemerintahan presidensiil, presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR,” kata hakim konstitusi Harjono saat membacakan pertimbangan putusan.
 
Alasan kedua adalah tata cara tentang mekanisme kerja panitia angket yang diatur dalam UU 6/1954 telah diatur juga dalam UU 27/2009. ”Apabila UU 6/1954 tetap dipertahankan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru bertentangan dengan UUD 1945,” kata Harjono.
 
Pengajuan UU 6/1954 ini diajukan oleh para simpatisan Partai Demokrat yakni Bambang Supriyanto, Aryanti Artisari, Jose Dima Satria, Aristya Agung Setiawan. Mereka menilai penggunaan dua UU dalam hak angket Century telah memunculkan kepastian hukum. Karenanya, mereka meminta agar UU Hak Angket 6/1954 dibatalkan.
 
Sementara itu, untuk uji materi UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, MK memutuskan untuk tidak menerimanya. Pasalnya, para pemohon yang juga pemohon uji materi UU hak angket 6/1954 dinilai tidak memunyai alasan yang kuat untuk mengajukan permohonan.
 
”Mahkamah berpendapat para Pemohon tidak dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang a quo (UU 27/2009), sehingga para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum,” kata hakim konstitusi Akil Mochtar saat membacakan pertimbangan putusan kemarin.
 
Diketahui, Bambang Supriyanto, Aryanti Artisari, Jose Dima Satria, Aristya Agung Setiawan meminta pasal 77 ayat 3 UU 27/2009 dihapuskan. Sebab, pasal 77 ayat 3 yang merupakan penjelasan hak angket dinilai dapat mengganggu pemerintahan karena dapat menjadi pintu pemakzulan presiden.

(TB Ardi Januar)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya