JAKARTA- Wakil Kepala Polri Komjen Pol Nanan Sukarna sempat melontarkan pernyataan terkait Briptu Norman Kamaru yang diberhentikan dengan tidak hormat dari kepolisian. Nanan mengatakan seharusnya, Briptu Norman membayar ganti rugi atas keputusannya mengundurkan diri dari institusi Kepolisian sebelum menyelesaikan masa tugasnya.
Namun menurut pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, sebaiknya hukuman ganti rugi tersebut tidak perlu dijatuhkan pada Briptu Norman. “Dipecat ya sudah, kalau masih disuruh ganti rugi itu namanya dihukum dua kali,” kata Bambang kepada okezone, Rabu (7/12/2011).
Bambang meminta, agar kepolisian objektif dalam menilai pemberhentian anggota polisi yang terkenal lewat video lipsync Chaiya-Chaiya tersebut. “Jangan disalahkan anggotanya, tapi komandannya juga perlu dievaluasi mungkin bisa saja salah pembinanya yang kurang membina polisi jangan melihat kesalahan secara sepihak,” kata Bambang.
Sebenarnya, kasus seperti Norman, kata Bambang bukanlah yang pertama. Bambang mengatakan, dulu ada anggota polisi yang memiliki jiwa seniman. Namun akhirnya, mereka tetap bisa menyalurkan bakat seninya dan tetap menjadi anggota Polri.
“Dulu ada rombongan pelawak namanya reog Badan Kesenian Angkatan Kepolisian (BKAK), itu semua anggota polisi. Tapi anggota BKAK itu dimasukan ke koperasi, jadi mereka polisi yang ditugaskan untuk menghibur orang atas nama koperasi polisi. Pendapatannya dimasukan ke polisi dibagi, tapi waktu Norman tidak. Norman langsung disalahkan, harusnya Polri belajar dari situ,” katanya.
BKAK merupakan kelompok kwartet lawak yang semua anggotanya anggota kepolisian dan sempat malang melintang di era 1960-1970an. Kelompok lawak ini beranggotakan Haji Dudung Endang Mubaraq alias Mang Dudung , Mang Udi, Mang Harry dan Mang Diman.
Dengan demikian, kata Bambang, sebenarnya ada kelemahan di tubuh kepolisian, khususnya Polda Gorontalo dalam membina anggota. “Kalau itu ada penyalurannya seperti BKAK, saya kira seharusnya tak perlu terjadi pemecatan,“ katanya.
(Stefanus Yugo Hindarto)