Contoh Pram, Kawula Muda Harus Rajin Menulis

Margaret Puspitarini, Jurnalis
Rabu 01 Februari 2012 16:18 WIB
Foto : Unnes
Share :

JAKARTA - Setelah Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Semarang (Unnes) juga melakukan seminar internasional yang mengangkat salah satu tokoh fenomenal Indonesia, yakni Pramoedya Ananta Toer.

Dalam membuka seminar bertajuk Melacak Jejak Indonesia: Gugatan Pramoedya Ananta Toer, Rektor Unnes Sudijono Sastroatmodjo mengungkapkan, layaknya Pramoedya, generasi muda yang ingin pintar hendaknya rajin menulis (Yen pingin pinter, nulisa!).

“Nama besar Pram (sapaan akrab Pramoedya Ananta Toer), tidak lepas dari kegigihannya menulis hingga akhir hayat. Dengan menulis, manusia akan mengukir sejarah dan mencatatkan diri sebagai orang yang berpengaruh,” kata Sudijono seperti dikutip dari laman Unnes, Rabu (1/2/2012).

Sudijono mengatakan, masyarakat jangan selalu bernostalgia dengan kebesaran nama dan karya besar orang terdahulu, tanpa diimbangi dengan upaya kaderisasi. “Di mana generasi terkini bangsa ini? Adakah generasi setelah Pram?” ujarnya penuh semangat.

Pada seminar berskala internasional tersebut, hadir Ketua Departemen Malay-Indonesia Studies HUFS Korea Koh Young Hun, sastrawan Universitas Indonesia (UI) Maman S Mahayana, dan dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes, Mukh Doyin.

Dalam paparannya, Mukh Doyin menuturkan, semua tokoh yang diciptakan Pram menggugat dengan keberaniannya. “Bahkan dalam kehidupan nyata, keberanian di mata tampaknya juga menjadi kunci majunya seseorang,” ujarnya.

Dia mengambil sebuah kutipan khas seorang Pram terkait falsafah menulis. “Pram pernah mengemukakan hal ini: Menulis itu sendirian. Memutuskan sendirian, berjalan sendirian di rimba belantara, enggak ada petunjuk. Semua ditanggung termasuk konsekuensinya,” kata Doyin.

Sementara Maman S Mahayana menyebutkan, secara keseluruhan semua artikel Pram yang muncul pada paruh pertama 1950-an menunjukkan pemikirannya tentang pentingnya kebebasan berkreasi bagi seniman.

“Karyanya pada masa itu banyak mengkritik bahaya seni yang menjadi alat politik dan kepentingan penguasa,” tutur Maman.(mrg)

(Rani Hardjanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya