LAMPUNG- Kedua warga yang bertikai di Lampung Selatan, hari ini menyepakati untuk melakukan perdamaian.
Dalam kesepakatan yang dihadiri pemuka adat itu, perwakilan masyarakat Bali meminta agar perjanjian damai ini bisa ditindaklanjuti hingga tataran masyarakat, bukan hanya level pemuka adat.
Hal ini dikatakan Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendratta Wedasteraputra Suyasa III, sebagai Abhiseka Raja Majapahit Bali Sri Wilatikta Tegeh Kori Kresna Kepakisan XIX, dalam pertemuan penandatanganan maklumat kesepakatan perdamaian dengan Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) di press room hotel Novotel Lampung, Minggu (4/11/2012).
"Pertemuan ini harus dimanfaatkan, karena jika pemuka adat setuju dengan kesepakatan ini, warga pasti akan mengikuti. Tapi tetap harus disosialisasikan," ujar Mahendratta.
Senada diungkapkan Ketua MPAL Kadarsyah Irsyah gelar Kanjeng Suntan Raja Pesirah. Menurutnya, sudah menjadi tugas para pemuka adat untuk turun ke bawah menyosialisasikan mengenai kesepakatan tersebut.
“Kita sering melupakan cara adat yang paling mendasar yakni musyawarah mufakat. Konflik yang terjadi karena kita lupa pada cara itu,” terangnya.
Kadarsyah juga menjelaskan, slogan Lampung adalah Sai Bumi Ruwa Jurai yang berarti tidak ada etnis Bali, Lampung, Jawa, Sunda, atau sebutan etnis lainnya. “Semua orang yang ada di Lampung adalah orang Lampung,” kata dia.
Maklumat dengan isi lima poin kesepakatan damai tersebut kemudian ditandatangi oleh pemuka adat Lampung dan Bali yang kemudian akan segera disosialisasikan esok.
(Kemas Irawan Nurrachman)