Kulik Asal Muasal Sang "Pengantin Pendidikan"

, Jurnalis
Senin 24 Juni 2013 19:50 WIB
Yuyun Moeslim Taher bersama sang anak yang juga penulis buku, Kurnia P Moeslim Taher. (Foto: dokumentasi Jayabaya)
Share :

JAKARTA - Sebuah buku biografi ditulis oleh orang lain tentu menjadi hal yang lumrah. Tetapi ketika sebuah perjalanan hidup seseorang itu ditulis ulang oleh putra tercinta, tentu berbeda.

Sudah pasti, banyak kejujuran yang terungkap tanpa harus dibumbui dengan beragam fiksi yang terasa didramatisasi. Fakta inilah yang tersaji dalam buku berjudul "Hidup Berakal, Mati Beriman".

Buku ini ditulis oleh Kurnia P Moeslim Taher. Selama empat tahun lamanya, lelaki yang akrab disapa Kang Ikur ini menyalin ulang perjalanan hidup kedua orangtuanya, Moeslim Taher dan Yuyun Moeslim Taher. Keduanya dikenal sebagai pendiri Universitas Jayabaya sekaligus juga didaulat sebagai 'Pengantin Pendidikan'.

"Buku ini menjadi sebuah bentuk pengabdian saya kepada orangtua. Untuk menuliskan buku ini butuh waktu hampir empat tahun karena saya sebenarnya bukanlah seorang penulis buku," kata Kang Ikur, dalam siaran persnya kepada Okezone, Senin (24/6/2013).

Buku yang digarap setebal 163 halaman ini direkonstruksi tentang bagaimana pasangan muda Moeslim-Yuyun merintis sebuah universitas sekaligus juga bercerita tentang upaya kontribusi mencerdaskan anak bangsa.

Sebuah ikhtiar yang saat itu terkesan cukup nekat. Kala itu, seperti ditulis di dalam buku, 'Sang Pengantin Pendidikan' tersebut sebenarnya belum pernah merasakan bangku kuliah. "Bahkan ketika itu, Yuyun masih duduk di bangku SMA," kata Kang Ikur.

Untuk bisa membesarkan Jayabaya seperti sekarang, Moeslim-Yuyun rupanya tidak melakukannya dengan cara instan. Pasangan ini menyimpan totalitas bekerja. Sebuah totalitas yang kiranya patut dijadikan teladan bagi para elite bangsa ini yang cenderung bersikap pragmatis dan instan dalam membesarkan nama.

Melalui buku ini diceritakan bagaimana pada masa awal berdirinya Universitas Jayabaya ini sesungguhnya sangat minim modal. Tak punya tempat, mereka memutuskan menyewa. Tak ada listrik, mereka berbekal penerangan lilin seadanya.

Tak mampu membayar tenaga administrasi, mereka mampu mengerjakan sendiri urusan administrasi di atas becak dalam perjalanan pulang. Mereka bahkan harus menyapu dan mengepel sendiri ruang belajar-mengajar.

Alhasil, Moeslim-Yuyun melakukan apa saja yang dianggap perlu agar kegiatan belajar mengajar di Universitas Jayabaya tetap berjalan. Keikhlasan dan kebulatan tekad itulah yang kemudian mampu membesarkan Universitas Jayabaya dalam melewati rintangan demi rintangan dari masa ke masa.

"(Judul) itu adalah filosofi hidup yang saya dapatkan dari ayah. Ia adalah seorang ayah sekaligus sahabat yang selalu menanamkan 'nilai' bagi anak-anaknya. Itulah yang saya tangkap dan kemudian saya pilih menjadi judul buku ini," ujarnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya