Merapi, Antara Scientific & Kearifan Lokal

Oris Riswan, Jurnalis
Kamis 22 Mei 2014 04:36 WIB
Gunung Merapi (Foto: Ist)
Share :

BANDUNG - Bicara Gunung Merapi, jelas tak bisa dipisahkan dengan berbagai tradisi dan kearifan lokal. Masyarakat sekitarnya cukup teguh memegang tradisi dan kearifan lokal yang ada.

Kepercayaan masyarakat pun terpelihara bahkan Gunung Merapi yang meletus hebat pada 2010 lalu, dituding gara-gara tradisi leluhur yang terdapat dalam perjanjian Pariyan Negari tidak dijalankan.

Bagaimana Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melihat sisi lain Merapi yang lekat dengan tradisi dan kearifan lokal?

Untuk menjawab pertanyaan itu, Okezone beberapa waktu lalu menemui Kepala PVMBG, Muhammad Hendrasto. Di tengah kesibukannya, Toto -sapaan akrabnya-, meluangkan waktu untuk berbincang santai dengan Okezone.

"Sebetulnya kearifan lokal itu melihat tanda-tanda alam," kata Toto membuka perbincangan.

Kearifan lokal itu menurutnya sejalan dengan PVMBG yang melihat dari sisi scientific yaitu sama-sama berharap ingin menyelamatkan manusia dan makhluk hidup dari bencana.

"Intinya sebetulnya sama, ingin selamat tapi (kearifan lokal dan scientific) tidak bisa digabung," ungkapnya.

Ada irisan yang membatasi antara kearifan lokal dan scientific. Dari sisi kearifan lokal, di berbagai daerah ada tanda-tanda di mana masyarakat meyakini suatu gunung akan meletus.

Di Gunung Simeleu, Aceh, misalnya. Masyarakat setempat meyakini jika mata air di lokasi surut, maka itu tanda sang gunung meningkat aktivitasnya. "Makanya di sana begitu air surut, mereka sudah lari. Itu kearifan lokal, masyarakat tahu itu tanda akan terjadi sesuatu," tutur Toto.

Hal sama juga terjadi di Gunung Merapi di mana ada ragam tradisi dan kepercayaan yang dipegang teguh masyarakat.

Sementara bagi PVMBG, pengamatan suatu gunung api jelas berdasar pada scientific dengan menggunakan berbagai peralatan canggih dan para ahli.

Ketika PVMBG menyatakan suatu gunung sedang naik aktivitasnya dan diharuskan steril dalam jarak tertentu, masyarakat diimbau mengikutinya.

"Itu fenomena alam, seingga akan lebih baik mengikutinya. Nanti baru masuk lagi (ke daerah steril setelah dinyatakan aman oleh PVMBG)," jelas Toto.

Dalam menerapkan status suatu gunung, ia menegaskan PVMBG bukan meramalkan akan terjadi letusan. Tapi bagaimana caranya agar semua pihak mewaspadai dan bersiap mengantisipasi segala kemungkinan terburuk. "Yang paling penting itu bagaimana menyikapi tanda-tanda alam," cetusnya.

Misalnya ketika binatang dari gunung ramai-ramai turun, itu merupakan salah satu tanda gunung akan meletus. "Kalau hutan masih lestari ada binatang turun, asap menebal, terus warga menyingkir. Itu arif. Kalau menunggu wangsit (untuk mengungsi), itu saya kira kurang pas," tandas Toto.

(Kemas Irawan Nurrachman)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya