JAKARTA - Rencana reklamasi Teluk Benoa, Bali hingga kini terus mengundang pro kontra. Banyak pihak mendukung revitalisasi melalui reklamasi Teluk Benoa karena dianggap dapat menyejahterakan masyarakat dan memajukan dunia pariwisata unggulan di sana. Namun ada juga yang bersikap sebaliknya.
Pemerintah meminta semua pihak baik yang mendukung dan menolak untuk memberikan masukan. Sehingga usulan dan masukan tersebut akan dikaji untuk menjadi bagian dalam Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), yang menjadi syarat utama reklamasi.
“Sekarang kita lihat negara Singapura, sepertiga lahannya berasal dari reklamasi dan kalau dilihat kondisi lingkungan mereka, jauh dibandingkan kita. Padahal reklamasi. Selain itu, Bandara di Tokyo, maupun Hongkong juga berasal dari reklamasi,” kata Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Ary Sudiyanto.
Hal itu disampaikan Ary dalam forum diskusi terbuka yang digelar Peradah, 'Reklamasi Untuk Siapa?' di Wisma Perwakilan Pemda Bali Jakarta, Jalan Cikini Raya II, Jakarta Pusat, Sabtu (13/9/2014).
Menurutnya, reklamasi bisa berdampak positif dan negatif. Sehingga pemerintah meminta semua pihak untuk tidak berprasangka prematur sebelum menyampaikan pandangannya.
"Yang ingin saya lakukan mengajak semuanya, jangan berprasangka buruk atau baik. Kita gunakan saja, instrumen yang ada Amdal. Sampaikan usulan dulu. Yang kemudian jadi bagian kajian yang bisa diperiksa bersama-sama. Bukan tidak datang saat dilakukan konsultasi publik seperti saat ini,” terangnya.
Sementara itu, Komisaris PT Tirta Wahana Bali Internasional, Leemarvin Lieano mengatakan, pihaknya membuka diri terhadap masukan masyarakat Bali dalam reklamasi Teluk Benoa. Menurutnya, tujuan utama dari proyek tersebut adalah meningkatkan budaya lingkungan pariwisata, Bali yang indah dengan kekayaan alam dan relegius.
“Tujuannya kami tidak ingin pro dan kontra. Kami buka diri mengerti yang ingin dilakukan. Tujuan revitalisasi, meningkatakan budaya lingkungan pariwisata. Bali indah dengan kekayaan alam relegius. Di samping keindahan alam dan adat istiadat,” tambahnya.
Menurutnya, sampai saat ini, Forum Peduli Mangrove yang merupakan CSR Artha Graha Peduli telah menyentuh 300 hektare lahan mangrove. Bahkan dalam satu tahun telah membersihkan 33 ton sampah di lahan mangrove, menyelamatkan ribuan mangrove dari kerusakan, serta menanam 3.500 bibit mangrove.
“Kami menemukan adanya reklamasi terselubung, ditelaah banyak oknum buang sampah untuk memadatkan mangrove, ujung-ujungnya membuat rumah dan dijual. Selain mangrove terancam oleh sampah, sedimentasi juga menjadi ancaman serius," sebutnya.
(Rizka Diputra)