JAKARTA - Kasus kekerasan dan penyiksaan yang berujung kematian terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) masih terus terjadi di Indonesia. Belum lama ini terjadi kasus kekerasan yang yang dialami sejumlah PRT hingga hilangnya nyawa di Medan, tepatnya di Jalan Beo Simpang, Jalan Angsa Setiajadi, Medan Timur, di sebuah rumah milik H. Syamsul Anwar.
Dari semua kejadian kekerasan, baik fisik, psikis, maupun ekonomi yang dialami oleh PRT, sudah semestinya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memasukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan PRT ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
"Kami mendesak DPR untuk segara membahas RUU Perlindungan PRT dalam prioritas Prolegnas 2015-2019, khususnya di 2015 harus disahkan," kata Koordinator Jaringan Nasional Advokasi PRT (JALA PRT), Lita saat konferensi pers di kantor LBH, Jakarta Pusat, Minggu (14/12/2014).
Menurut Lita, masyarakat sipil yang diwakili JALA PRT sudah mengajukan RUU Perlindungan PRT ke DPR sejak 2004, bayangkan sudah dua periode DPR berakhir.
"Kita sudah ajukan dari sepuluh tahun lalu, padahal di luar sana sudah lahir Konvensi ILO 189 tentang kerja layak pekerja rumah tangga," ujarnya.
Lebih lanjut, Lita mengatakan negara telah absen dan melalaikan PRT, sehingga terjadi kekosongan hukum untuk perlindungan PRT.
"Kekosongan ini (RUU Perlindungan PRT yang belum dibuat), semakin memberi ruang sistematis bagi pelanggaran hak-hak PRT, kekerasan, perbudakan, hingga penyiksaan berujung pada kematian," tegasnya.
"Itu bisa dilihat ketika mendapat kekerasan, kasusnya selalu berhenti di jalan, terutama mengenai upah dan pelanggaran hak-hak pekerja yang selalu ditolak di pengadilan," tambahnya.
Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga yang dilakukan majikan kurang mendapat perhatian dari penegak hukum. "Kekerasan dan perlakuan kasar yang dialami PRT yang membuat sangat mendesak DPR harus mengakui PRT sebagai pekerja, menentukan upah minimum, memberikan jaminan sosial, hak kemanan dan keselamatan kerja, yang dirumuskan menjadi UU Perlindungan PRT," tukas Lita.(sna)
(Susi Fatimah)