Lebih lanjut, Lita mengatakan negara telah absen dan melalaikan PRT, sehingga terjadi kekosongan hukum untuk perlindungan PRT.
"Kekosongan ini (RUU Perlindungan PRT yang belum dibuat), semakin memberi ruang sistematis bagi pelanggaran hak-hak PRT, kekerasan, perbudakan, hingga penyiksaan berujung pada kematian," tegasnya.
"Itu bisa dilihat ketika mendapat kekerasan, kasusnya selalu berhenti di jalan, terutama mengenai upah dan pelanggaran hak-hak pekerja yang selalu ditolak di pengadilan," tambahnya.
Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga yang dilakukan majikan kurang mendapat perhatian dari penegak hukum. "Kekerasan dan perlakuan kasar yang dialami PRT yang membuat sangat mendesak DPR harus mengakui PRT sebagai pekerja, menentukan upah minimum, memberikan jaminan sosial, hak kemanan dan keselamatan kerja, yang dirumuskan menjadi UU Perlindungan PRT," tukas Lita.(sna)
(Susi Fatimah)