MOSKOW – Keputusan Rusia untuk menjual sistem pertahanan udara mutakhir yakni Almaz-Antei S-300 PMU-1 kepada Iran menimbulkan berbagi kekhawatiran dari Amerika Serikat (AS) dan Israel. Kehadiran sistem pertahanan udara itu dapat mengubah pendekatan dan sikap politik kedua negara dalam memandang Iran.
Selama bertahun-tahun Pemerintah AS telah berusaha melobi Pemerintah Rusia untuk mencegah penjualan sistem pertahanan udaranya kepada Iran. Kesepakatan penjualan S-300 semula telah disetujui oleh Rusia dan Iran pada 2007. Tekanan dari AS dan Israel memaksa Rusia menangguhkan penjualan S-300 pada 2010.
Keberhasilan Pemerintah AS untuk meyakinkan Presiden Vladimir Putin menjual S-300 ke Iran pada 2010 dianggap sebagai sebuah pencapaian besar oleh pemerintahan Obama.
Namun sejak saat itu, hubungan AS dengan Rusia telah berubah dibandingkan kini. Ketegangan hubungan kedua negara sehubungan dengan krisis di Ukraina dan berbagai provokasi dari kedua belah pihak menyebabkan hubungan Washington dan Moskow saat ini bak AS dengan Soviet pada masa Perang Dingin.
Penjualan S-300 seakan-akan menjadi cara Rusia untuk menantang posisi AS terhadap Iran, terutama dalam kesepakatan mengenai program nuklir. Jika sebelumnya AS dapat mengambil keputusan untuk menyerang fasilitas nuklir Iran jika sewaktu-waktu Iran melanggar perjanjian, hal itu tidak dapat mereka lakukan lagi.
“S-300 akan menjadikan Iran tidak dapat diserang, baik oleh AS maupun Israel, dan hampir semua negara tanpa kemampuan pesawat siluman. Iran dengan S-300 dapat melakukan apa pun yang mereka mau saat sistem itu telah terpasang,” kata seorang pejabat senior dari Korps Marinir AS, seperti dikutip dari The Daily Beast, Selasa (14/4/2015).