JENEWA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Ban Ki-moon melalui juru bicaranya menyatakan narkoba bukanlah sebuah kejahatan serius. Menurutnya, narkoba tak separah dengan pembunuhan berencana. Menurutnya, Pemerintah Indonesia tidak perlu berlebihan dengan mengeksekusi para pengedar narkoba.
“Berdasarkan hukum internasional, hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan yang sifatnya paling serius, seperti pembunuhan secara disengaja. Sementara pelanggaran terkait obat-obatan, umumnya tidak termasuk kategori kejahatan paling serius,” demikian pernyataan Ban Ki-moon melalui juru bicaranya, seperti dilansir Reuters, Senin (27/4/2015).
Sementara itu, dirinya meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kembali eksekusi yang akan dilakukan terhadap sembilan gembong narkoba.
“PBB menentang hukuman mati apapun itu situasinya. Oleh karena itu, Sekjen Ban Ki-moon mendesak Presiden Jokowi untuk mempertimbangan moratorium hukuman mati di Indonesia,” ujar Juru Bicara Sekjen PBB.
Hingga kini, Pemerintah Indonesia telah menginformasikan akan segera melakukan eksekusi mati terhadap 9 terpidana kasus narkoba tahap dua. Mereka terdiri dari dua orang warga Australia, tiga orang warga Nigeria, satu orang masing-masing dari warga Brasil, Filipina, Spanyol, dan Indonesia.
Awalnya terdapat 10 terpidana kasus narkoba yang akan dieksekusi pada tahap 2. Namun, terpidana mati asal Prancis, Serge Atlaoui, tidak dimasukan karena masih menjalani upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kesembilan terpidana mati yang akan dieksekusi pada tahap dua adalah, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (keduanya WN Australia); Raheem Agbaje Salami (WN Spanyol); Rodrigo Gularte (WN Brasil), dan Martin Anderson alias Belo (WN Nigeria).Kemudian, Sylvester Obieke Nwolise (WN Nigeria); Okwudili Oyatanze (WN Nigeria); Zainal Abidin (WN Indonesia); dan seorang perempuan Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina).
(Hendra Mujiraharja)