"Pertanyaannya, kenapa sekarang Sultan justru mempercayai sesuatu hal yang irasional," kata Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Fajar mengakui sosial masyarakat Yogyakarta tidak bisa begitu saja melepas sesuatu yang berbau klenik. Begitu juga dengan budaya yang ada di Kraton, kental dengan nuansa mistik, misal pada bulan Suro (Muharam dalam kalender Jawa), ada pencucian pusaka, kereta, atau labuhan di Pantai Parangkritis.
"Sesuatu yang irasional itu masih bisa diterima masyarakat Yogya. Walaupun, banyak juga masyarakat yang sudah meninggalkan sesuatu yang irasional. Begitu juga dengan sabda raja," jelasnya.
Sultan HB X sendiri menyerahkan sepenuhnya pada diri masing-masing orang perihal sabda raja. Dia meminta supaya melihat sabda raja dengan hati, bukan pikiran. "Untuk memahami Sabda Raja dengan hati, bukan pikiran. Sehingga, apa yang sudah menjadi perintah harus segera dilaksanakan," kata Sultan HB X dalam penjelasan di Pendopo Ndalem Wironegara, tempat tinggal putri sulungnya sore kemarin.
(Muhammad Saifullah )