Jenderal Ahmad Yani dalam Kenangan

Randy Wirayudha, Jurnalis
Jum'at 19 Juni 2015 06:09 WIB
Amelia Yani bercerita mengenang sang ayah, Jenderal Ahmad Yani (Foto: ist)
Share :

“Beliau memang seorang prajurit, ahli strategi perang sejak masuk PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor. Dia juga pandai main ‘Sendai’, olahraga Jepang dengan pedang samurai. Karena pandainya itu, dia bisa lulus dengan baik dan diberi pedang (gunto) yang paling panjang. Itu diakui Pak Sarwo Edhie (Wibowo),” tutur Amelia mengawali pengisahannya tentang Ahmad Yani.

“Setelah itu Bapak kembali ke Magelang. Dia memimpin Brigade XIX Kuda Putih, kuda kendaraannya Diponegoro. Saya pernah baca bahwa ternyata Diponegoro pernah mengambil 3 ribu putra Bagelen, termasuk eyang buyut saya.Di situ saya tahu orang-orang Bagelen seperti ayah saya, adalah orang-orang prajurit. Sampai hari ini, Kodam IV Diponegoro simbolnya kuda putih. Jadi, banyak sejarah di Angkatan Darat (TNI AD) ini dimulai oleh ayah saya,” tambahnya.

Hal yang pasti karier Ahmad Yani tak berhenti sampai di masa Revolusi atau ketika menerima penyerahan Magelang dari tangan Belanda, tapi juga diteruskan hingga mendirikan pasukan Banteng Raiders dalam rangka menumpas Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Tengah.

Kariernya kian melesat setelah penumpasan DI/TII, memimpin Operasi 17 Agustus untuk mengatasi PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), hingga perebutan Irian Barat. Sejak itu, Ahmad Yani jadi salah satu perwira TNI AD yang paling disenangi Presiden Soekarno.

Di satu pihak setelah selesai sengketa Irian Barat, Partai Komunis Indonesia mulai unjuk gigi. Seruan-seruan anti barat yang pro-Amerika Serikat dikutuk. Termasuk, Ahmad Yani ikut diungkit-ungkit berbagai isu, lantaran disekolahkan ke pendidikan komando di AS.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya