Tak ada gunanya jika seseorang menahan diri dari memakan makanan yang halal sementara ia memakan bangkai saudaranya. Membicarakan aib saudara diibaratkan dalam Alquran dengan memakan bangkai saudaranya. (QS. Al-Hujurat 49:12)
2. Mencaci/Mencela
Hal ini bertentangan dengan semangat menjaga persatuan, karena cacian atau celaan adalah bentuk dehumanisasi. Puasa, selain memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah SWT, juga merupakan upaya perbaikan hubungan horizontal antar-sesama manusia. Maka Allah tak memerlukan puasa seseorang yang menahan lapar dan haus tapi ia tak menahan diri dari mencela dan mencaci saudaranya, termasuk mereka yang menyakiti hati orang lain dengan mengungkit dan menghina orang yang diberi sedekah. Padahal Allah telah menghimbau untuk tidak melakukannya dan memberi balasan yang berlipat bagi yang bersedakah dengan baik.
3. Berdusta
Puasa adalah bentuk latihan serius untuk jujur pada diri sendiri. Dalam hadis qudsinya Allah menegaskan bahwa ibadah puasa hanya untuk Allah, “Aku-lah yang membalasnya”. Jika ia berdusta atau berbohong maka tak ada gunanya ia berpura-pura jujur dengan Allah. Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadis, “Siapa yang tak meninggalkan berkata dusta maka Allah tak memerlukan perbuatannya meninggalkan makanan dan minuman.” (HR Bukhori)