Paul Tibbets, orang yang mengemudikan Enola Gay, menyatakan tidak pernah berpikir dua kali atau ragu-ragu untuk menjatuhkan bom, seperti disampaikannya dalam wawancara dengan suatu surat kabar pada 2002, lima tahun sebelum ajalnya.
"Saya tahu kami melakukan hal yang benar,” katanya.
Sementara AS yang menjadi sekutu dekat Jepang setelah perang, tidak pernah secara resmi meminta maaf atas pengeboman tersebut.
(Hendra Mujiraharja)