JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia semakin 'loyo'. Pasalnya, terjadi penurunan vonis hukuman di semester I tahun 2015 dengan jumlah rata-rata dua tahun satu bulan.
Jika dibanding dengan tahun 2014 rata-rata vonis hukuman tersebut turun di mana sebelumnya dua tahun delapan bulan. Atas hal tersebut, menurut ICW, pengadilan memiliki peran dalam menentukan maju mundurnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho, dalam jumpa pers ICW di Kalibata Timur IV D Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2015) menjelaskan, selama semester I tahun 2015 ICW telah memantau sebanyak 193 perkara korupsi dengan 230 terdakwa perkara yang telah diperiksa dan diadili oleh pengadilan baik di tingkat pertama (Pengadilan Tipikor), banding (Pengadilan Tinggi) maupun kasasi serta peninjauan kembali (Mahkamah Agung).
Berdasarkan pantauan tersebut, Pengadilan Tipikor berada di tingkat pertama paling banyak mengadili terdakwa kasus korupsi, yakni 175 terdakwa. Kemudian disusul Pengadilan Tinggi dengan 37 terdakwa, dan Mahkamah Agung sebanyak 18 terdakwa.
"Dari 193 perkara korupsi yang berhasil terpantau nilai kerugian negara yang timbul sekitar Rp 691 miliar. Sedangkan jumlah denda yang dijatuhkan Majelis Hakim sedikitnya berjumlah Rp 20 miliar dengan jumlah uang pengganti sebesar Rp 63 miliar," kata Emerson Yuntho.
Ia melanjutkan, dari 230 terdakwa perkara korupsi yang berhasil dipantau, mayoritas terdakwa atau sebanyak 190 orang (82,6 persen) divonis bersalah. Sementara 38 terdakwa (16,5 persen) dinyatakan bebas. Selain itu. terdapat dua terdakwa yang tidak dapat diidentifikasi putusannya (0,9 persen).