Pemberantasan Korupsi di Indonesia Makin 'Loyo'

Dara Purnama, Jurnalis
Selasa 18 Agustus 2015 16:22 WIB
Foto: Ilustrasi Okezone
Share :

JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia semakin 'loyo'. Pasalnya, terjadi penurunan vonis hukuman di semester I tahun 2015 dengan jumlah rata-rata dua tahun satu bulan.

Jika dibanding dengan tahun 2014 rata-rata vonis hukuman tersebut turun di mana sebelumnya dua tahun delapan bulan. Atas hal tersebut, menurut ICW, pengadilan memiliki peran dalam menentukan maju mundurnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho, dalam jumpa pers ICW di Kalibata Timur IV D Jakarta Selatan, Selasa (18/8/2015) menjelaskan, selama semester I tahun 2015 ICW telah memantau sebanyak 193 perkara korupsi dengan 230 terdakwa perkara yang telah diperiksa dan diadili oleh pengadilan baik di tingkat pertama (Pengadilan Tipikor), banding (Pengadilan Tinggi) maupun kasasi serta peninjauan kembali (Mahkamah Agung).

Berdasarkan pantauan tersebut, Pengadilan Tipikor berada di tingkat pertama paling banyak mengadili terdakwa kasus korupsi, yakni 175 terdakwa. Kemudian disusul Pengadilan Tinggi dengan 37 terdakwa, dan Mahkamah Agung sebanyak 18 terdakwa.

"Dari 193 perkara korupsi yang berhasil terpantau nilai kerugian negara yang timbul sekitar Rp 691 miliar. Sedangkan jumlah denda yang dijatuhkan Majelis Hakim sedikitnya berjumlah Rp 20 miliar dengan jumlah uang pengganti sebesar Rp 63 miliar," kata Emerson Yuntho.

Ia melanjutkan, dari 230 terdakwa perkara korupsi yang berhasil dipantau, mayoritas terdakwa atau sebanyak 190 orang (82,6 persen) divonis bersalah. Sementara 38 terdakwa (16,5 persen) dinyatakan bebas. Selain itu. terdapat dua terdakwa yang tidak dapat diidentifikasi putusannya (0,9 persen).

Meski demikian, kata dia, pada semester pertama 2015, secara keseluruhan vonis yang dijatuhkan terhadap koruptor belum memberikan efek jera. Karena mayoritas terdakwa dihukum sangat ringan.

Berdasarkan pantauan ICW, pada semester pertama tahun 2015 sebanyak 163 terdakwa (70,9 persen) dihukum rentang satu sampai empat tahun atau vonis ringan, 12 terdakwa divonis sedang yakni sebanyak 10,4 persen, dan 3 terdakwa atau sebanyak 1,3 persen yang divonis berat oleh hakim tipikor. Sedangkan rata-rata putusan pidana penjara bagi koruptor pada semester pertama tahun 2015 yaitu dua tahun satu bulan penjara.

Emerson menilai, dalam pemberian vonis putusan tidak terlepas dari tiga unsur yakni, hakim, jaksa penuntut umum dan terdakwa. Jika dalam hal ini jaksa penuntut umum memberikan tuntutan ringan maka putusan hakim tentunya akan lebih meringankan para terdakwa koruptor.

"Harusnya, jaksa juga memikirkan para pelaku koruptor agar dihukum secara progresif. Artinya, ada hukuman lain seperti pencabutan hak politik dan penghapusan pemberian remisi bagi pejabat publik. Pada semester pertama ini tercatat hanya Anas Urbaningrum yang diberikan hukuman progresif, sementara pelaku lain belum ada konteks penjeraanya," terang Emerson.

Harusnya, menurut Emerson, selain pelaku korupsi diberikan tuntutan hukuman maksimal oleh jaksa, juga ada tambahan pencabutan hak politik dan pencabutan hak mendapatkan remisi. "Hal ini tentunya akan memberikan efek jera," tuturnya. (fal)

(Syukri Rahmatullah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya