SLEMAN - Sampah acap menjadi masalah di masyarakat. Namun, tidak bagi warga yang tinggal di Kampung Kranggan, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Sampah justru menghasilkan uang karena dikelola bersama dengan baik.
Ya, warga setempat membuat gudang untuk mengolah sampah, baik jenis plastik, logam, maupun organik secara mandiri. Mereka memiliki wadah bersama dalam 'Omah Pengolahan Sampah Sedyo Luhur'.
Pengurus Omah Sampah, Maryoto mengaku kegiatan mengolah sampah ini dirintis baru tahun 2014 lalu. Produksi sampah rumah tangga dikumpulkan tiap hari Minggu. Ada petugas pemungut sampah yang membawa gerobak untuk mengambil sampah.
"Ada juga sampah dikirimkan langsung oleh pemiliknya. Selanjutnya, sampah dipilah sesuai jenisnya, apakah dari plastik, logam, kaca, hingga organik," kata Maryoto, Selasa (13/10/2015).
Sampah organik, bisa diolah menjadi pupuk sehingga baik untuk pertanian. Mereka membuat pupuk yang dijual pada para petani sekitar meski harga cukup murah.
Begitu juga sampah plastik yang bisa dijadikan bahan untuk membuat kerajinan. Biasanya, sampah itu diambil lagi pengepul untuk didistribusikan pada pengrajin dengan bahan dasar sampah plastik, seperti bekas air minum kemasan.
"Kita kenalkan pola sedekah sampah, mengelola sampah ini juga harus tersenyum, kalau senyum saja sedekah, kita tambah sedekah sampah," jelasnya.
Sementara itu, Guru SMPN 03 Berbah, Alfian mengaku sudah berupaya menumbuhkan kecintaan lingkungan sehat bagi siswa siswi anak didiknya dalam kesempatan mengajar. Dia juga memberi pemahaman bahaya sampah jika tak dikelola dengan baik.
"Kerusakan alam salah satunya karena sampah, pemahaman untuk membuah sampah pada tempatnya harus ditanamkan sejak dini," ujar Alfian.
Calon Bupati Sleman, Yuni Satia Rahayu saat mengunjungi tempat pengolahan sampah tersebut memberi apresiasi. Dia berharap agar mengelola sampah seperti ini ditularkan pada masyarakat lain yang belum menerapkan pengolahan sampah.
"Saya senang bisa lihat warga mau gotong royong, mampu kelola dan pilah sampah menjadi barang yang bermanfaat dan hasilkan pendapatan tambahan," katanya.
Jika selama ini sampah jadi masalah bagi warga perkotaan dan pedesaan, termasuk sampah limbah rumah tangga, plastik kresek, plastik bungkus kemasan dan lain-lain, warga setempat telah mampu kelola sampah jadi lebih berguna.
Sampah sudah di pilih dari tiap rumah warga atau dikumpulkan untuk kemudian di setor ke pengelola Omah Sampah. Soal kelola sampah, Yuni merancang adanya 250.000 tempat sampah terpilih jika nantinya terpilih mendapat mandat memimpin Sleman lima tahun kedepan.
Dia menyebut supaya berhasil program kelola sampah, warga perkotaan dan pedesaan harus mau jalankan revolusi mental dalam mengelola sampah secara lebih baik.
"Segera buat forum kelola sampah bisa diawali dari satu kecamatan, ke depan jika makin banyak kelompok kelola sampah bisa kurangi beban pengiriman TPA Piyungan," katanya.
Dia memberikan usulan bahwa semua warga Sleman harus kompak dengan berkomitmen kelola sampah bisa masif hingga tingkat bawah, dan bergerak aktif ke 1212 padukuhan di Sleman.
"Sampah organik bisa diolah jadi pupuk, tiap rumah butuh wadah atau kantong guna pisahkan sampah sesuai jenisnya, plastik, kertas atau logam kaca," kata Yuni.
Jika separuhnya saja, kata dia, dari total padukuhan ada tim relawan menjangkau desa untuk mau mengelola sampah dengan berkelompok, tentu saja harapan agar desa mandiri bisa terwujud.
"Ada banyak dana bantuan dari pemerintah yang bisa dimanfaatkan. Ini pekerjaan rumah bersama, bagaimana pelajaran forum kelola di tiap kecamatan bisa diwujudkan," lanjut dia.
Hal yang pasti, kata dia, sampah butuh support, seluruh kecamatan harus didorong berkelompok agar bisa kelola sampah. Kalau pengelola sampah banyak, dari tingkat perkampungan, dia yakin Sleman akan bebas dari sampah.
"Butuh kerjasama yang baik di masyarakat, semua pihak harus memiliki komitmen yang sama, supaya sampah tidak jadi masalah," pungkasnya.
(Awaludin)