“Saya dapat menerima bahwa argumen kebebasan berekspresi harus diutamakan, harus menang ketika berbicara mengenai pornografi dewasa. Namun, untuk masalah anak-anak saya pikir tidak bisa ditolerir,” tambahnya.
Di samping seruan untuk memasukkan gambar-gambar manga dalam aturan baru itu, muncul penolakan keras dari para kreator manga, advokat kebebasan berbicara, dan penerbit buku, yang mengatakan bahwa larangan itu akan melanggar kebebasan berekspresi dan memungkinkan pihak berwenang membuat keputusan semena-mena mengenai seni.
Gambar-gambar dalam buku komik manga yang masih dinyatakan legal itu berupa foto dan material lain yang menampakkan visual anak-anak setengah telanjang mengenakan baju minim, seperti bikini kecil.
“Semua ini jelas memang bisnis yang menggiurkan. Apa yang mengkhawatirkan adalah, seolah-olah ada tren yang sepertinya diterima dan ditolerir secara sosial,” ucap utusan khusus PBB itu.
“Prostitusi anak di Jepang memang sudah turun, namun material yang menampakkan pelecehan anak mulai kembali menjamur. Penyebabnya adalah kemiskinan, kesetaraan gender yang kurang, toleransi sosial, dan sedikitnya tuntutan hukum,” pungkasnya.
(Hendra Mujiraharja)