Dia menambahkan, sebelumnya dia bersama ratusan anggotanya bisa latihan di lapangan desa. Namun, sejak beberapa waktu terakhir latihan itu dilarang karena harus mengantongi izin dari lembaga terkait.
“Dulu bebas latihan, tapi sekarang enggak bisa lagi. Katanya harus izin keramaian dulu, lha masa setiap latihan harus izin, kalau untuk pentas mungkin perlu, tapi kan cuma latihan. Padahal tujuan kita baik, ingin menguri-uri budaya Jawa, malah dilarang-larang,” sergahnya.
Hal senada disampaikan seorang anggota Agus Herdian Susilo. Pelajar kelas XII SMA itu menyampaikan, sering kesulitan melakukan gerakan tari jika lokasinya sempit. Apalagi, tarian tradisional kuda lumping sangat kental dengan nuansa magis, sehingga penari kerap kerasukan.
“Kalau pas kita menari memang terhambat ruang gerak. Lha saat menari itu kan kadang juga kerusupan hingga berlarian atau guling-guling. Kalau saat kesurupan sih enggak kerasa, tapi habis itu (sadar) kan sakit, karena terbentur batu atau pohon. Makanya palatih harus ekstra hati-hati saat menjaga latihan,” terang pemuda bertubuh jangkung itu.