Tuntun Ibadah, Ketua Ponpes Al Fatah Akan Susun Fikih Kaum Waria

Markus Yuwono, Jurnalis
Jum'at 12 Februari 2016 00:30 WIB
Ilustrasi (Okezone)
Share :

YOGYAKARTA - Ketua Pondok Pesantren Al Fatah, Shinta Ratri mengaku merencanakan menyusun fikih untuk kaum waria. Meski begitu, diakuinya, hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama karena membutuhkan kajian yang mendalam.

"Fikih waria masih dalam wacana, masih jangka panjang artinya mungkin bisa dua tahun ke depan. Pada dasarnya waria butuh ibadah juga, karena waria itu juga manusia," kata Shinta Ratri saat ditemui, Kamis 11 Januari 2016.

Sebagai informasi, fikih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhan-nya. Ia mengungkapkan, fikih tersebut digunakan untuk membantu waria mengenal Islam.

"Disitulah kita mencari tahu, iman kedudukan waria dalam Islam. ‎Allah SWT memerintahkan manusia untuk beribadah. Nah, bukan hanya laki laki maupun perempuan, waria juga wajib beriman, dengan landasan kita ingin menegekspresikina spiritual dan religis, (dan) ingin bertaqwa kepada Tuhan," paparnya. 

Shinta menampik jika wacana pembuatan fikih tersebut diperuntukkan untuk kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). "Saya tegaskan wacana ini bukan untuk LGBT tetapi waria," tandasnya. 

Menurut dia, fikih ini ke depannya bertujuan untuk mengajak para waria mengenal Agama, dan berkehidupan sehari-hari dengan baik. Harapannya, waria memiliki landasan untuk berperilaku baik, seperti orang pada umumnya. Apalagi stigma negatif kerap disandang Waria.

"Tidak ada wacana pembuatan fikih LGBT, tapi kami mencari kedudukan waria dalam Islam. Sebetulnya dimana, ketika mau salat dimana, pemulasaran jenasah bagaimana dan itu ada di fikih. Cara berpakaiannya seperti apa, kehiupan sehari-hari, mau kami tanyakan kepada ulama,"ulasnya. 

Namun, diakuinya, hal tersebut membutuhkan kajian mendalam, karena harus mengumpulkan berbagai sumber, baik dari kitab maupun ulama. Sebab, fikih itu diperlukan agar kehidupan waria lebih Islami. "Menjadi waria itu tidak dosa, tetapi yang dosa cara berpirilakunya,"ucapnya,

Di Pondok Pesantren yang dulunya berada di Notoyudan, Pringgokusuman, Gedongtengen, Yogyakarta, waria lebih bisa mengenal agama secara mendalam. Mereka diberikan hak untuk beribadah sama seperti manusia umumnya. Karena memang tidak semua orang bisa menerima keberadaan mereka yang 'berbeda' dengan masyarakat umumnya.

"Pondok pesantren mengekomodasi teman-teman yang ingin dekat dengan Tuhan," ucapnya.

(Fransiskus Dasa Saputra)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya