DUA tahun terkungkung dalam penjara, penangkapan Nadiya Savchenko (34) masih menuai polemik. Jaksa Rusia menjelaskan pilot perempuan pertama Ukraina itu berhak ditahan karena telah menyalahi aturan dengan menyamar menjadi pengungsi dan menyusup ke Negeri Beruang Merah untuk merencanakan penyerangan.
Di sisi yang berseberangan, perempuan militer yang dianugerahi gelar pahlawan Ukraina ini mengaku tidak terlibat sama sekali dalam pembunuhan dua jurnalis televisi Rusia, Igor Kornelyuk dan Anton Voloshin pada Juni 2014.
Dilansir dari BBC, Rabu (23/3/2016), rekaman telefon yang dibawa tim kuasa hukumnya ke persidangan membuktikan, Savchenko sudah diculik dengan mata tertutup dan diselundupkan ke Rusia sejam sebelum serangan mortir diluncurkan.
Meski begitu, pengadilan Rusia bersikukuh memutuskan Savchenko bersalah dan memvonisnya dengan 22 tahun hukuman penjara serta denda USD442 atau sekira Rp5,8 juta.
Foto: en.ua-today.com
Untuk menyelesaikan masalah ini, Presiden Ukraina Petro Poroshenko menyatakan bersedia menukar Jeanne d’Arc mereka dengan dua warga Rusia yang ditawan di Kiev.
Namun seperti diwartakan TASS, Ketua Dewan Presiden Rusia Untuk Pengembangan Masyarakat Sipil Dan Hak Asasi Manusia (HAM) Mikhail Fedotov menegaskan Rusia tidak akan bernegosiasi dalam bentuk apapun untuk menghukum Savchenko.
Penahanan Savchenko seolah begitu penting bagi Rusia. Demikian juga pembebasan atas perempuan kelahiran Kiev, 11 Mei 1981 tersebut. Sosoknya nampak begitu berpengaruh, sampai-sampai mendapat perhatian besar dari dunia internasional.