CIREBON - Penampilan penari topeng berusia 83 tahun, Mimi Tumus memukau Wakil Gubernur Jawa Barat, H Deddy Mizwar dan para raja dari berbagai kerajaan di Nusantara. Dalam pementasan di sela gala dinner di pelataran Keraton Kasepuhan Cirebon, wanita tua asal Desa Kreo, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, memainkan tarian kelana.
Pementasan ini merupakan pertama kalinya bagi Mimi Tumus yang selama ini namanya tenggelam dan hampir tak dikenali lagi. Dia menunjukkan kelasnya sebagai penari topeng. Sekitar setengah jam, Mimi Tumus menunjukkan kebolehannya.
Meski tubuhnya sudah ringkih karena usia yang sudah 83 tahun, tapi gerakannya masih bertenaga. Penuh semangat, Mimi Tumus memainkan tarian-tarian kelana yang dinamis.
“Ini penampilan yang memukau. Mimi Tumus menari dengan menunjukkan kelasnya sebagai seorang maestro,” tutur Deddy Mizwar mengomentari pementasan Mimi Tumus, seperti dikutip dari Kabar Cirebon, Senin (15/8/2016).
Tak hanya Deddy, para raja dan sultan dari berbagai kerajaan di Nusantara juga ikut terpukau melihat penampilan Mimi Tumus. Di usia yang sudah sepuh, tapi masih penuh semangat ketika membawa tarian kelana.
Malam itu, Mimi Tumus tampil menghibur Wagub, para raja dan sultan serta undangan Keraton Kasepuhan. Turut pula menyaksikan tuan rumah, Sultan Kasepuhan, PRA Arief Natadiningrat.
Usai penampilan Mimi Tumus, Sultan Arief menunjukkan benda pusaka dan jubah putih milik Sunan Gunung Jati. Benda berupa keris seukuran 50 centimeter, serta jubah putih ditunjukkan kepada Wagub dan para raja.
“Ini benda pusaka milik Sunan Gunung Jati. Juga jubah putih ketika beliau masih hidup memimpin Cirebon dan menyebarkan agama Islam di Jawa Barat,” tutur Sultan Arief.
Pada malam itu, kepada Mimi Tumus, Deddy Mizwar juga menjanjikan akan memberi bantuan senilai Rp80 juta. Uang tersebut untuk keperluan membeli gamelan sesuai permintaan Mimi Tumus yang selama ini tersembunyi dan sehar-hari berprofesi sebagai tukang pijat.
“Maestro sekelas Mimi Tumus itu harus dihargai. Dia kita beri ruang untuk terus berekspresi dan mewariskan ilmunya kepada generasi penerus. Makanya kita bantu untuk bisa mendapatkan seperangkat gamelan supaya dia bisa terus menari dan menurunkan keahlian kepada anak-anak muda,” tutur Deddy.
Deddy menuturkan, Festival Internasional Gotrasawala selalu memadukan seni global-modern dengan khasanah seni lokal-tradisional. Perpaduan ini untuk saling mengenal dan melengkapi kedua jenis kesenian itu sehingga bisa saling memperkaya.
“Kenapa dalam Gotrsawala selalu ada perpaduan seni modern dengan tradisional, seni global dengan lokal? Lewat perpaduan itu, seni-seni lokal bisa menimba khasanah global, dan sebaliknya. Festival ini merupakan silaturahmi antar seni budaya,” tutur dia.
Lewat silaturahmi itu, ada banyak manfaat yang bisa diperoleh. Seni-budaya Cirebon atau Cirebon secara umum, bisa masuk dalam peta kesenian global karena para seniman modern-global, bisa memperkenalkan di dunia luar.
“Seniman modern itu juga bisa menjadikan khasanah seni lokal-tradisinal Cirebon sebagai inspirasi ketika mereka tampil di berbagai event global. Ini bagian dari upaya memperkenalkan seni budaya Cirebon ke seni budaya global,” tutur dia.
Gotrasawala sejak awal memang mempertemukan hal tersebut. Selain tentunya juga sebagai ajang silaturahmi di antara para seniman tradisional di wilayah Ciayumajakuning. Dari situ, diharapkan bisa menyusun benang merah seni dan kebudayaan Cirebon di masa lalu, masa kini dan yang akan datang.
“Kita mengambil spirit dari event akbar Gotrasawala di abad 17 yang melahirkan karya gemilang Pangeran Wangsakerta. Spiritnya ialah menjadi Cirebon sebagai alah satu pusat seni-budaya dunia. Gotrsawala abad 17 itu juga tengah memperkenalkan bahwa Cirebon merupakan bagian penting dari peta raja-raja Nusantara maupun dunia,” tuturnya.
Selain itu, sebagaimana festival, wilayah dialektika intelektual juga menjadi event penting sebagaimana pementasan-pementasan seni. Karenanya, ada sejumlah seminar bertajuk seni-budaya Cirebon atau Jawa Barat.
“Gotrsawala awal kita membahas soal situs Gunung Padang di Cianjur, sekarang kita bahas soal Kerajaan Tarumanegara, sebagai kerajaan pertama di tanah Sunda. Seminar juga membahas kebudayaan Cirebon kekinian dan yang akan datang,” tandasnya.
(Rizka Diputra)