HAVANA – Selama 52 tahun, Kolombia sebenarnya dalam kondisi perang sipil dengan para pemberontak dari kelompok FARC. Namun, pada Rabu 24 Agustus, perang sipil yang telah menelan jumlah korban tewas 200 ribu orang tersebut akhirnya resmi berakhir.
Perundingan antara FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia) sendiri telah berjalan selama empat tahun di Havana, Kuba. Di ibu kota Kuba ini juga yang akhirnya menjadi saksi dari berakhirnya perang saudara antara kelompok sayap kiri tersebut dengan pemerintah Kolombia.
Sebagaimana dikutip dari The Guardian, Kamis (25/8/2016) setidaknya 7.000 militan FARC akan menyelenggarakan kongresnya sendiri untuk menunjukkan bahwa mereka setuju dengan kesepakatan antara pimpinan FARC dengan pemerintah. Pada kongres itu, FARC dikabarkan akan mengakhiri status mereka sebagai tentara geriliya dan hanya menjadi anggota gerakan politik tanpa senjata.
Dilaporkan, sebagai bagian dari kesepakatan damai tersebut, FARC sepakat untuk mengumpulkan para militant mereka dan secara perlahan akan menyerahkan senjata api yang mereka miliki ke pengawas yang ditunjuk oleh PBB.
Selain itu, pada kesepakatan itu terdapat pembahasan memerangi penjualan narkoba yang menjadi sumber pendanaan utama dari para pemberontak FARC. Pemerintah Kolombia juga sepakat menyiapkan sistem peradilan transisi terhadap para militan yang pernah melakukan kejahatan pada saat terjadi perang saudara.
Sistem peradilan transisi ini akan membebaskan anggota FARC dari hukuman penjara jika mereka kejahatan yang dilakukan semasa konflik. Bagian inilah yang banyak ditentang oleh masyarakat Kolombia, pasalnya mereka merasa hal tersebut tidak adil jika dibandingkan dengan penderitaan yang mereka alami selama 52 tahun.
(Emirald Julio)