FOKUS: Haru Biru Peringatan 15 Tahun Tragedi 9/11

Silviana Dharma, Jurnalis
Minggu 11 September 2016 21:30 WIB
WTC Pascatragedi 9/11. (Foto: Huffington Post)
Share :

PAGI itu pada Selasa 11 September 2001, semua berjalan seperti biasa. Cuaca cerah, anak-anak pergi ke sekolah dan para orangtua pergi bekerja. Demikian juga yang terlihat di sekitar kompleks World Trade Center.

Gedung pencakar langit di New York yang terdiri dari 110 tingkat itu mempekerjakan sedikitnya 50 ribu orang. Selesai dibangun pada 1973, bangunan yang dijuluki Menara Kembar itu juga dikunjungi oleh lebih dari 200 ribu orang setiap harinya.

Pada intinya, WTC telah lama menjadi bangunan dan pusat industri, daya tarik utama wisatawan dan simbol kemajuan serta kedigdayaan Amerika Serikat. Namun apa yang terjadi pada pukul 08.46 hari itu, mengubah wajah The Big Apple dan Negeri Paman Sam untuk selamanya.

Serangkaian bom bunuh diri menerjang dua menara utama di kompleks WTC. Serangan pertama datang dari sebuah pesawat American Airlines dengan nomor penerbangan 11 ke menara utama WTC. Diketahui kemudian, tabrakan itu bukan kecelakaan tetapi ulah pembajakan lima militan Al Qaeda.

Serangan rupanya belum berakhir, drama perobohan berlanjut. Simbol kekuasaan AS dihantam untuk kedua kalinya pada pukul 09.03. Kali ini menara selatan yang kena. Pelakunya adalah lima militan lain yang membajak pesawat AA 175.

Presiden George Walker Bush yang menjabat kala itu tidak berada di Ibu Kota. Dia sedang mengunjungi Sekolah Dasar Sarasota di Florida, yang jaraknya 1.600 kilometer lebih dari lokasi kejadian.

Dia ingin segera pulang, tetapi kondisi belum aman. Wakil Presiden Dick Chiney dihubungi dari atas Air Force One. Bush meminta Chiney tetap menjaga citra bahwa pemerintah bisa mengendalikan insiden ini.

Demikian ia terbang kembali ke Washington dengan segala cara, setelah menenangkan hati dan pikirannya yang dipenuhi kemarahan. Selagi regu penyelamat mengeluarkan para korban tragedi 9/11 dari bawah reruntuhan, Bush menyiapkan pidato kenegeraannya.

Sedikitnya 343 petugas pemadam kebakaran, termasuk seorang pendeta dan dua paramedis gugur saat menunaikan tugasnya. Kebanyakan meninggal karena menghirup udara yang terkontaminasi debu dan zat berbahaya lain. Petugas yang masih hidup, hingga kini masih menderita infeksi saluran pernapasan akut, buntut dari kesiagaan mereka hari itu.

Pada pukul 09.37, penerbangan AA 77 menerjang markas pertahanan AS di Pentagon. Sebanyak 125 orang meninggal akibat tabrakan tersebut. Namun perhitungan Al Qaeda atas AS belum selesai, Washington jadi sasaran berikutnya.

Namun pesawat AA 93 gagal meledakkan pusat pemerintahan. Burung besi terakhir yang dibajak teroris itu melipir jatuh ke ladang dekat Shanksville di Pennsylvania dan seluruh penumpang di dalamnya menjadi korban. Termasuk total 19 pembajak dari keempat pesawat tersebut.

Seharian suntuk, televisi AS berfokus menyiarkan gambar-gambar pasca-menabraknya empat pesawat komersil tersebut. Pukul 17.20, gedung lain di kompleks WTC, yakni Menara 7 ambruk, padahal tidak dihantam pesawat. Hanya dijelaskan gedung itu mengalami kebakaran hebat. Banyak teori konspirasi berhembus soal tragedi 9/11, tetapi pidato presiden lah penentu momen bersejarah ini.

Bush siap memberi pernyataan dari Oval Office di Gedung Putih pada pukul 20.30. Orasinya berubah seruan tatkala dia menyatakan deklarasi perang terhadap terorisme di Irak dan Afghanistan. Ia layak marah, setelah 2.996 warganya dibunuh dalam sekejap. Sekira 1.600 jenazah ditemukan, tetapi sisanya tidak diketahui.

Hanya nama-nama mereka terpatri pada tugu peringatan yang dibangun di Ground Zero. Bahkan setelah 15 tahun berlalu, tak seorang pun melupakan tragisnya kejadian pada 11 September 2001. Trauma batin meremukkan tak hanya hati para korban selamat dan keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga umat Islam di negara tersebut.

Ibarat kata pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Akibat ulah teroris berkedok agama Islam dan keterlibatan Presiden Irak Osama bin Laden, seluruh komunitas muslim AS dibenci, dikucilkan dan dipandang negatif.

WTC sendiri hingga kini belum menutup luka itu sepenuhnya. Menara kembar masih compang-camping di sana sini. 15 tahun sejatinya adalah waktu yang panjang untuk menyembuhkan kepedihan dan membangun kembali persatuan. Islamophobia telah memecah AS kala itu, beberapa oknum masih meneriakkannya. Akan tetapi, seperti pernyataan Presiden Barack Obama beberapa hari lalu, “AS harus bersatu.”

“Nilai-nilai luhur yang mendefinisikan kita sebagai orang Amerika. Daya tahan lah yang menopang kita. Teroris ingin mengubah cara hidup kita, tetapi Amerika tidak akan pernah menyerah pada rasa takut,” ucap Obama dalam pidato mingguannya, seperti dimuat The Guardian.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya