Penambahan Kuota Berpotensi Membahayakan Keselamatan Jamaah Haji

Mohammad Saifulloh, Jurnalis
Sabtu 17 September 2016 09:15 WIB
Jamaah haji Indonesia (Foto: Saifulloh/Okezone)
Share :

JEDDAH – Penambahan kuota haji ibarat buah simalakama. Di satu sisi menjadi kabar gembira bagi yang menunggu giliran berangkat ke tanah suci, sementara di sisi lainnya bakal menjadi ancaman tersendiri bagi para jamaah haji lantaran keterbatasan sarana dan prasarana. Keselamatan jamaah dalam kaitan ini tidak boleh dipertaruhkan.

“Bayangkan, masing-masing negara dikurangi (kuotanya) 20 persen saja kondisinya seperti itu. Jadi penambahan jumlah itu ancaman tersendiri kalau penataannya tak dibenahi, kita tak bisa sepihak, alih-alih dapat manfaat malah dapat mudarat,” ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sesaat sebelum bertolak ke tanah air, Jumat 16 September waktu Arab Saudi.

Argumentasi Menag di atas cukup mendasar. Pemerintah Arab Saudi mencatat tahun ini sekira 1,8 juta umat muslim melaksanakan ibadah haji. Tak urung situasi ini memunculkan persoalan tersendiri terkait sarana pendukung para tamu Allah dalam melaksanakan rangkaian ibadah haji, terutama pada fase Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina).

“Kalau di Mina tenda tidak ditingkatkan (jumlahnya), jalan tak ditata lebih baik, toilet tak ditambah, penambahan kuota akan menjadi ancaman. Di Mina keterbatasan toilet yang paling urgen,” terang Menag.

Lautan manusia yang bergerak bersamaan melempar jumrah, meski sudah diatur jadwalnya, menjadi titik krusial bagi keselamatan jamaah haji. Tentu semua pihak tak ingin tragedi Mina pada 2016 kembali terjadi.

Masjidil Haram yang menjadi salah satu sentral berkumpulnya para jamaah haji memang terus diperluas daya tampungnya, namun faktanya jalanan Kota Makkah menjadi lumpuh saat para jamaah haji berbondong-bondong melakukan tawaf Ifadhah usai melakukan prosesi ibadah di Armina. Masalah transportasi jutaan jamaah haji dalam waktu bersamaan menjadi persoalan lain yang belum terpecahkan meski seluruh armada dikerahkan.

Lebih lanjut, Menag menjelaskan panjangnya masa tunggu calon jamaah haji untuk berangkat ke tanah suci tak hanya menjadi problem di Indonesia. Di sejumlah negara lain, antrean menunggu giliran berangkat haji justru lebih panjang.

“Masalah antrean panjang tidak hanya milik Indonesia. Singapura 35 tahun. Malaysia bahkan 70 – 80 tahun,” ujarnya.

Lantaran itu, Menag berpesan masalah ini jangan dijadikan dalih pembenar berangkat haji dengan cara-cara illegal karena akan lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. “Tentang kuota, perlu didudukkan persepsi kita. Jangan sampai karena keterbatasan kuota, antrian panjang, lalu itu jadi alasan atau pembenaran atas tindakan melanggar hukum. Antrean panjang jangan menjadi faktor pembenar lalu kita bisa melakukan segala cara untuk berhaji,” tegasnya.

Kepada para calon tamu Allah, Menag berjanji akan terus berupaya agar antrean panjang ini bisa lebih disederhanakan. Ke depan akan dibuat regulasi agar seluruh kuota yang ada betul-betul dimanfaatkan untuk yang belum pernah berhaji. “Meskipun tahun ini hanya 1,6 persen yang sudah berhaji dari total kuota yang ada. Mungkinkah tahun depan 100 % belum pernah berhaji,” terangnya.

Langkah lainnya, dengan memanfaatkan kuota negara lain yang belum terserap secara maksimal. Selain pembicaraan bilateral dengan negara dimaksud, tapi juga dibutuhkan persetujuan dari Pemerintah Saudi. “Ini yang akan diintensikan ke depan,” janjinya.

(Khafid Mardiyansyah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya