"Maka untuk meminimalisasi semua itu perlu ada perubahan metode seleksi, talent scouting atau pencarian khusus bisa jadi salah satu alternatif," ujar Farid.
Hal serupa sebelumnya juga diutarakan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Aradila Caecar yang turut tergabung dalam KPP, bahwa sebagian besar calon hakim ad hoc Tipikor merupakan orang-orang yang hanya sekadar mencari pekerjaan.
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya memang meminta bantuan KPP dan beberapa lembaga swadaya masyarakat lainnya dalam penelusuran rekam jejak para calon hakim ad hoc Tipikor.
Dari 85 orang calon hakim ad hoc, KPP menyatakan hanya mampu menelusuri 60 orang calon saja dan 49 orang di antaranya dinyatakan tidak layak karena memiliki catatan negatif terkait dengan integritas, kapasitas, dan independensi. Sementara itu 25 orang calon lainnya sulit untuk ditelusuri karena berasal dari daerah dan tidak terlalu populer.
(Rizka Diputra)