Cerita Pilu Perempuan Pembelot Korea Utara

Wikanto Arungbudoyo, Jurnalis
Jum'at 04 November 2016 06:04 WIB
Lee Hyeon-seo menuturkan kisah pilu yang harus dihadapi para perempuan pembelot Korut (Foto: Fred Dufour/AFP)
Share :

HONG KONG – Bertahan hidup dari penindasan, kemiskinan, dan risiko menjadi budak seks. Demikian kisah pilu yang disampaikan salah seorang pembelot Korea Utara (Korut) di hadapan peserta Festival Literatur Internasional di Hong Kong. Pilihan tersebut harus dihadapi oleh para pembelot, terutama perempuan asal Korut.

Selama 20 tahun pula, Lee Hyeon-seo menyuarakan perbedaan pendapatnya dengan rezim otoriter Korut. Perempuan cantik itu menuliskan memoar berjudul ‘The Girl with Seven Names’ untuk meninggalkan jejak pengkhianatan terhadap tanah kelahirannya tersebut. Putri seorang pejabat militer itu kini menyuarakan perlindungan yang lebih baik bagi para pembelot Korut, terutama perempuan.

“Hampir semua yang melarikan diri dari Korut tinggal dalam kesengsaraan. Para perempuan itu diperkosa hampir setiap hari dengan jumlah pelanggan yang seakan tak berujung yang kemudian memperkaya para penculik dari perbatasan,” tutur Hyeon-seo, dimuat AFP, Jumat (4/11/2016).

Para perempuan itu tidak mendapatkan suaka politik ketika pertama kali menyeberangi perbatasan Korut ke China. Mereka sudah pasti dianggap sebagai imigran ilegal. Di titik ini, mereka berisiko dideportasi ke Korut hanya untuk menerima hukuman berat, atau mempercayai para penyelundup. Para pembelot, terutama kaum hawa, berada dalam situasi yang sangat rentan.

“Para perempuan dan gadis asal Korut harus menghadapi tantangan pernikahan paksa dan pelecehan seksual di China sebagai persyaratan melarikan diri ke negara dunia ketiga,” ujar Wakil Direktur Human Rights Watch Asia, Phil Robertson. Lee Hyeon-seo mengamini perkataan tersebut.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya