Sultan Aceh Muhammad Daud Syah, Pahlawan Terlupakan

Salman Mardira, Jurnalis
Kamis 10 November 2016 19:59 WIB
Acara haul Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah di Banda Aceh (Foto: Salman Madira/Okezone)
Share :

Tuanku Muhammad Daud Syah kemudian dikukuhkan sebagai Sultan Aceh dalam sebuah upacara kerajaan di Masjid Indrapuri, Aceh Besar, oleh Dewan Mangkubumi Kerajaan yang dipimpin walinya sendiri, Tuanku Hasyim Banta Muda. Usai dilantik, ia menyandang gelar Sultan Alaidin.

Karena usianya belum akil baliq, sultan tak langsung diberi kewenangan memerintah. Dia diwajibkan dididik dulu menguasai ilmu perang dan pemerintahan. Urusan pemerintahan dan negara dikendali Dewan Kesultanan.

Kabinet teras Kerajaan Aceh Darussalam saat itu di antaranya Teungku Chik di Tiro sebagai Menteri Perang (Warizul Harb); Teuku Umar selaku Laksamana (Warizul Bahri); dan Nyak Makam ditunjuk selaku panglima urusan Aceh bagian timur.

Perang masih terjadi di mana-mana. Pasukan Aceh tiada henti menyerang serdadu Belanda. Lewat pertempuran sengit di Montasik, Aceh Besar pada 1878, Belanda akhirnya menguasai benteng Montasik.

Karena lokasinya mulai dekat dengan konsentrasi musuh, dewan kesultanan akhirnya memutuskan agar pusat pemerintahan Kerajaan Aceh dipindah lagi dari Indrapuri ke Keumala, Pidie.

Selama 20 tahun, Keumala menjadi Ibu Kota Kerajaan Aceh. Sultan Alaidin Mahmud Syah yang sudah beranjak muda saat itu, mulai mengatur pemerintahan dan negara di Keumala.

Pasukan kerajaan Aceh terus memberi perlawanan kepada Belanda di berbagai wilayah. Karena tak mampu mengalahkan tentara Aceh, serdadu Belanda akhirnya menculik dua permaisuri sultan dan seorang putra mahkota, Tuanku Raja Ibarahim. Mereka disandera. Strategi itu dilakukan Belanda untuk memaksa Sultan Muhammad Daud Syah menyerah.

Saat ratu dan putra mahkota ditawan, pemimpin pasukan Belanda, Van Der Maaten, kemudian mengirim surat kepada Sultan Muhammad Daud Syah, untuk mengajaknya bermusyawarah di Sigli, Pidie, pada Januari 1903.

Sultan akhirnya menuruti ajakan musyawarah itu. Ia pun datang dengan beberapa pengawalnya. Celakanya, begitu sampai di tempat yang dituju, sultan dan pengawalnya langsung ditahan pasukan Belanda.

Sultan Muhammad Daud Syah dibujuk untuk menandatangani surat penyerahan kekuasaan Aceh kepada Belanda, tapi ia langsung menolaknya.

“Beliau merobek surat tersebut,” tulis Tim Alis Aceh dalam bukunya berjudul “Sejarah Singkat Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat”.

Sultan Muhammad Daud Syah lalu dibawa ke Kutaraja (Banda Aceh sekarang) dan ditawan di sebuah rumah di kawasan Keudah. Di balik rumah tawanan itu, sultan masih mengatur strategi penyerangan terhadap markas-markas Belanda di Banda Aceh.

Sultan juga mengirim surat kepada Kaisar Jepang, meminta agar membantu pasukannya mengusir Belanda dari Aceh. Surat itu dikirim melalui perwakilan Jepang di Singapura.

Aksi sultan akhirnya tercium pihak Belanda. Van Heutz, pemimpin Belanda saat itu berang dan memutuskan mengasingkan Sultan Muhammad Daud Syah ke Maluku. Alih-alih sebagai tawanan perang, Sultan Muhammad Daud Syah malah disambut warga hangat di Ambon.

Menurut sejarawan Aceh, Abdurrahman Kaoy, saat diasingkan ke Maluku, Sultan Muhammad Daud Syah dianggap sebagai tamu kehormatan oleh Raja Samu-Samu yang berkuasa di sana. “Sultan kemudian mendakwahkan Islam, membawa syiar Islam di sana,” ujarnya.

Karena jatuh cinta dengan Islam dan tersentuh dengan merdunya bacaan Alquran Sultan Muhammad Daud Syah, kata Abdurrahman, maka beberapa keluarga Raja Samu-Samu kemudian bersedia masuk Islam.

“Belanda makin marah, akhirnya Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat diasingkan lagi ke Batavia (Jakarta sekarang),” tutur Abdurrahman Kaoy.

Saat ditawan di Batavia, kata dia, Pemerintah Belanda berulang kali meminta agar Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah menyerahkan kekuasaan Aceh secara resmi kepada Belanda. Tapi, Sultan tetap pada pendiriannya; menolak Aceh dikuasai Belanda.

Ia hanya menyerahkan tubuhnya ke Belanda, tapi tidak membiarkanharga diri dan kedaulatan negaranya takluk ke musuh. Sikap itu dipertahankan Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah sampai ajal menjemputnya pada 6 Februari 1939. Ia mangkat dalam tawanan Belanda di Batavia dan dimakamkan di TPU Utan Kayu, Rawamangun, Jakarta Timur.

Pusaranya kini kerap tak terurus. Tak ada juga gelar pahlawan nasional untuk Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah.

(Ulung Tranggana)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya